My blog has moved!

You should be automatically redirected in 6 seconds. If not, visit
http://balonwarnawarni.wordpress.com
and update your bookmarks.

expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

December 25, 2008

After all this time

Trying to push the past away
Still waiting for the lights to change

Tadi malam
ada yang diamdiam
meringis berdarah dan tertikam

Lalu ia

meyeka
lukaluka lama
mereka
kapan ia sirna
rima rima cahaya
bikin buta!

memang sebaiknya
terpisah saja

nostalgi hanya bikin gila
dan satu lagu terunut tanpa awal atau akhirnya.........


*inspired by 'after all this time, simon webbe*

December 19, 2008

Daydream believer

Saya terbangun pagi
atau ini mimpi mimpi siang hari?
saat berkelindan rasa menjalari cakrawala mimpi
meretas berharap alarm pagi ini tak pernah berbunyi

Cerialah, embun embun yang mengabu di kantuk yang terusir
semenamena membunuh jiwa pemimpi dan gairah yang berdesir

labirin labirin kosong ditinggal joker yang tertawa pergi
mengejek dewi venus yang termangu, saat mars direngut , tercuri
dan sang penyihir kabut menyembunyikannya
dan mengempit cahaya di selimut yang lipitnya tak ternyana

agar tak terlihat : ssh! aku ingin memiliki
tak salah kan, bila kau yang ada di hati?
kudengar diriku sendiri terkikik lalu menangis
di tiap bulir mata merona
dan mencekik arak dunia
seraya meringis pada tangis

karena cinta
tak ada
maka

harus
dijarah dari indah

[masalahnya, mars amat menggoda!]

apa itu aku?
setega itu?
atau sang joker kartu mati
membalikkan semua sepi?

Saya terbangun pagi
atau ini mimpi mimpi siang hari?
saat berkelindan rasa menjalari cakrawala mimpi
meretas berharap alarm pagi ini tak pernah berbunyi....

December 18, 2008

And when...

Dan kala kau terbaring takberdaya di rengkuhnya...
melihat keabadianmu terukir di pias kerlip matanya
merasakan denyutnya di nadimu
dan tangisnya di pelupukmu
menghela nafasnya di paruparumu
dan bahagianya di hatimu

Dan ketika ia, satusatunya yang bisa kau imajikan dalam sejuta bayang wanita di dunia
saat menyadari bahwa kau rela berlutut di hadapan maut
untuk mencurinya dari semua kesakitan
saat mentasbihkan kata cinta yang bukan terbuang percuma
tapi doa yang terapal untuk selalu mencintainya
dan hati yang pada hatinya, tertaut

Dan dengannya, berjalan di tebing terterjal menjadi sedikit lebih tidak menyakitkan
Dan hutan hujan di mimpimu menjadi sedikit lebih hijau dengan tawanya
Dan melangkah disampingnya adalah mengarungi nyata pagi dan mimpi malam
ketika sedikit bumbu kegilaan terasa berarti untuk manis kecupnya
dan kau rela menikam waktu dan jarak untuk sekedar tahu
bahwa ia masih bisa tersenyum, dan merengkuhmu


Dan saat itu,

Kau mencintainya.

December 17, 2008

Que Sera, Sera

Sang dewi, maafkan aku.
Tapi aku mencintai ksatriamu....

Tak peduli di masa lalu ia berdarah dan berpeluh saat memanjat ke kuil bintangmu,
Tak peduli ia (mungkin) masih menyimpan serpih asteroidmu
Tak peduli berapa banyak luas ruang maya yang ia sisakan untukmu

Dan kala satu masa,
aku tahu kau merajut semesta untuknya
dikala jerat cahaya dan semua
untuk menaut hatinya dan mengecup lelahnya
dikala cinta menasbih di semua musim dunia
untuk halusnya rasa, dan ia untukmu
dikala pada rahim cakrawala sayap sayap ikarus dikembangkan
menuju waktu, yang tak terdefinisi antara sanubarimu dan dirinya
Maka maafkan aku...

Dan kini, bolehkan aku tersanjung pada satu senyumnya
dan bait bait sajaknya dari ufuk sana
dan samar rindu yang terpanah untuk aku, yang hanya manusia

Masih saja kutahu, takkan kubisa kalahkan pesonamu
yang rinai di tiap nafasnya yang deru di bayangmu, duhai sang dewi...

Tapi aku, yang tak setinggi puncakmu...
mencintainya lebih tinggi dari puncak halimun manapun di bumi
mencintainya hingga sanggup menggigil berjalan hingga lepuh
mencintainya hingga sanggup merentang jarak dan mata angin
mencintainya hingga mematikan rasa hati pada semua masa lalunya
mencintainya hingga tak tahu lagi apa
mencintainya, yang di pundaknya masih ada kuasamu.....

Maka sang dewi, maafkan aku.
Tapi aku mencintai ksatriamu....

Nina Bobo...

Tak bosan bosan aku
walau pada nada pertama senandung tidur
mimpi menjeratmu dan menarikmu keladalam lelap

Takkan jenuh aku
ah, lihat kerjap matamu dan kerlip yang membaur
pelanpelan pudar kerlipmu dalam satu lelah yang terhisap

Kantuk yang menggelayuti kelopak, dan
Selamat tidur, pengisi hari dan hati
Nyenyak tidur, ksatria yang lelah berlari...










Teruntuknya, yang tadi malam membisikkan satu sapa lewat sinar sang chandra, yang mengecup piasku sembari berkata, 'Selamat tidur, peri kecilku....'

Raining

Lihat badai itu.
Dan angin menerpa, sekali lagi
Dan kuseka rintik hujan yang mengecup, sekali lagi
Adakah mega mendung yang sama memayungi gerimismu, sekali lagi?

Lihat petir itu
Dan firasat meruak, sekali ini
Seakan rindu meluap, sekali ini
Adakah kilat rasa yang sama kau rasa, sekali ini?

Dan kelam langitku
Dan hitam langitmu
Dan legam langit kita
di rindu yang menjelaga

Rasa menyeruak
Dan badai yang berteriak!

Runtukkan satu keluh hujan ini :
Tiada kau untuk dampingi sunyi disamping diri

December 4, 2008

The Ending of a Night

Aku berjalan pelan menuju malam.

Hingar bingar letupan tawa dan wangi kepul hidup sudah selesai, dan aku berjalan lunglai. Ini malam ketiga mengusir bayangan dan hanya memenuhi kepala dengan wangi samudra dan koral serta bersendau dengan warna warni ikan, lalu menghabiskan tuak hidup di pantai berbatu dan tertawa, mengusir senyap yang membolongi hati kala dirimu tak ada lagi.

Aku berjalan pelan menuju kelam.

Karena bulan yang terpantu di laut malam bukan pelita rembulan - rembulanku kukira sudah mati dan mengusir diri. Dan kembang api yang mereka nyalakan takkan cukup untuk menerangi malam bukan? Sinar sinar artifisial bukan untuk diri ini, jadi biarkan saja kuseret langkahku pergi...Dunia sinar takkan ada lagi.

Aku berjalan menuju suram.


Tepekur.



Dan tibatiba kulihat bulan lagi, sambil merayu wangi samudra hati :

Setelah rembulan mati, akan ada sabit lagi
Dan dipenghujung malam, sinarnya akan mulai cumbui diri...





[kau datang lagi. meruntuki semua salah dan sesal pada satu luka, di mimpi buruk dimana hancur lagi sayap ini. Kau datang lagi. Katakan, apa akan kau rekatkan sayapmu di bahu luka ini? katamu, kau datang lagi. Dan tak lagi pernah menyuruhku pergi]

December 2, 2008

[Saat Sepi]

Katakan dimana letak salahku?

Bunda bumi dewata,
pada gemerisik pantai batu surgamu aku mempertanyakan diri sendiri.

Terhanyut arus bayu, kamboja putih gugur satu lagi.
Dan pada dunia
Tak ada satupun yang tersia,
Nyanyi kicau jingga padaku siang itu
Bahkan bila satu kelopak tanggal
untuk memberi tempat mekarnya pucuk baru..
Dan deru laut menyuruhku mendengarkan hati :
masih saja aku menyalakan tanya

Katakan dimana salahku, bunda bumi?
Mengapa sakit sekali saat rama rama tak lagi hinggap di sanubari hanya karena cakrawala terlalu agung untuk diresapi?

"Dengarkan saja hati", bisik bunda bumi
"Karena hati masih ada.."

"Ia ada pada semarak goyang ilalang di langkah kecilmu yang letih
Ia ada pada desau sunyi rapal doa ketika pandu meredup dan kau hilang arah
Ia ada pada suara dari jauh sana, kawan yang selalu ada dan percaya
Ia ada pada resonansi ombak di malam badai terburukmu kala nyala hasrat sembunyi
Ia ada, kecup bunda bumi saat masih saja kuruntukkan perih"

"Kau hanya harus mencari sunyi untuk sayupnya...
biarkan menelusup merayapi luka
terbujur menganga tapi toh nanti terbilur masa"

"Kau hanya harus merasa...
jadi berhentilah bertanya.."



Tetap saja aku mengutuki dunia : Katakan dimana letak salahku?

Note on afternoon rain

Bulir tetes hujan berdesakan memenuhi jendela..

Jatuh satusatu terseka luka
Adakah itu airmata?

Dan jengahkah menunggu, pada suatu ketika dimana semua kabut tipis tersibak?
Kala itu, masihkah bermimpi berjalan pada peraduan hutan pinus ?
Ah jiwa peragu.
Gugur di puncak.
Tak menanti?

Meresapi dekapan bayu yang menggigiti tulang...
Adakah di ujung hari yang menua masih ia rengkuh matari sambil berbisik nina bobo dan jangan bermimpi?
[Mungkin tidak, setelah ia mengusir semua pergi]


Mencari titik untuk tanya.
Mencari perih untuk disibakkan
Dulu, aku pernah sekali bertanya
Adakah aku venus di langitnya
Adakah untuknya, aku sang dewi yang lelah bermimpi?
[dan aku takkan pernah bisa, bukan?]


Maaf untuk meragu.
Sore ini juga minta maaf, untuk derau gerimismu...

Kalah

Sore itu mentari sedih mengintip diujung pantai batu. Dan agung bayang pura memayungi hati yang kerontang setelah satu asa yang tersisa diusir pergi dari semesta. Sore itu, awan menjelma bayang dan semburat sinar menjelma senyum indah. Dan mungkin dewata mengirimkan jelmaan alam menyerupa seorang dewi yang mengalunkan nada di tengah orkestrasi derau laut dan semilir daun bercinta dengan bayu.

Sore itu mentari sedih mengintip di ujung pantai batu, sinar airmata yang berderai dan bumi yang masih saja damai. Aku merasa kecil dan suram, tak indah..tempatku bukan disini, bukan bersama lagu sore dini..

Karena apalah aku ini?

Dan apalah aku..

Aku bukan seorang dewi yang untuknya kau persembahkan senandung
Dan bukan seorang dewi yang untuknya kau rela membunuh mendung
Tertusuk pelan...

Karena aku bukan, dan takkan pernah menjadi seorang dewi
yang padanya akan selalu tersembunyi rasa di relung hati
Takkan pernah aku, jadi seorang dewi
Tersayat kelam...

Satu tanya, yang harusnya tak ada, katamu:

Akan selalu kalahkah aku?



Apalah aku, lagi lagi...

October 26, 2008

Self confession

Note ini ditulis saat di rig,menunggu enam fajar untuknya :)


Biasanya aku tak mungkin resah seperti ini.
Tapi bayangmu menghantui seperti ruh ruh masa lalu yang meniupkan kisah legenda berjuta tahun ke telinga manusia purba.

Aku tak akan gelisah seperti ini biasanya.
Tapi ada satu rasa tak terdefinisi (yang jangan tanya aku, akupun tak tahu namanya) yang mencampuradukkan bahagia, takut, khawatir,malu, segan, ingin, dan sejuta rasa lain tiap kali kubuka satu simpul memori dan menemukan kau diam diam membentuk nyata bayangmu disana. Katakan padaku, ini apa?

Ah, mungkin kau memang berbeda...

Biasanya aku takkan sepengecut ini, tapi tiap kali kuraba lagi alfabet yang kau susun jadi rangkai perdu di taman wacana, aku terbuai dalam tiap rima makna, dan mulai bermimpi tentang menghabiskan malam mengitung bintang di satu sunyi hutan hujan bersamamu.

Dan katakan padaku, rasa ini apa namanya?

Karena kini sepi jadi sedikit mengganggu hati dan jiwa jadi sedikit aneh - tak bisa lagi aku mengeja sinyal sinyal getar yang memerahkan pipi putri putri dalam dongeng saat diselamatkan ksatria berkuda. Tak tahu lagi aku nama nama tiap detail kecil yang dijumputkan kekasih pada yang dirindu - Atau dulu itu terlalu semu?

Tak minta apa-apa diri rendah ini, hanya satu titik jawab pada tanya yang menggelayuti tiap kerjap mata pada hari: ini apa?

Ah, Kau dimana? kau yang membuatku berhitung pada ufuk fajar yang ingin sekali kutantang dan kudesak untuk mempercepat terbit surya hingga di ujung serambi sore dapat kutemukan kamu..

Katakan, ini apa?




Tribute to: someone who made my day brighter and my night darker without his good nite bide...

Tetapi...

Hati yang patah retak
kubalut plester warna warni
dan rupa rupa untuk menutupi.....

Tapi ada sesosok yang menjejak jauhnya waktu,
untukku yang lelah bermimpi
Tapi ada sesosok yang bangunkan hati dengan puisi
dan berbisik, izinkan aku ada untukmu

Sayap yang tinggal separuh,
ringkih kecil
tak percaya lagi pada langit

Tapi ada sesosok yang menyapa pada dingin malam
dan selimuti diri dengan kecup sayang
yang tertata lewat kata kata dan rima temaram
Tapi ada sesosok yang dulu juga kehilangan separuh sayapnya
dan walau menyabung hati , ia yakinkan : kita akan baik baik saja

Airmata yang mengering di dinding hati
yang pada cat lunturnya diamdiam aku menghitung hari
sampai saat ia tak lagi didera sunyi

Tapi ada sesosok yang beresonansi
dan tasbihkan sedikit saja percik hangat
yang saat ini cukup untuk semesta hati...


Tapi ada, sesosok kamu:)







Tribute to someone who made my day brighter

October 24, 2008

Flashback....

Bukan tapak jejak yang terhapus gerimis...


Kita dulupun tak tahu
(dan bertanya tanya lagi kini)
Mengapa pada hari hujan itu,
kita memilih berpisah jalan

Dan aku tak lagi menengok pada bayangmu
yang diam diam terus menungguku pulang,
Dan sakit yang ditanggung sendiri
ketika kau bilang dunia kaca kita mungkin retak pelan pelan
adakah waktu tak berpihak pada kita, dulu?

Dan aku tak lagi mengidahkan mohonmu
yang diamdiam masih inginkan aku pulang
ke bahu yang pada rebahnya dulu kurajut damai
Ingatkah ketika musim semi dan kita berjanji,
akan selalu membagi jiwa?

Kita yang sampai sekarang masih tak tahu
mengapa pada hujan malam itu,
kau dan aku merobek kata kita
jadi huruf huruf tak bermakna....

Dan mungkin memang lentera terlalu tua untuk menyala lagi, kecupku
tapi kau akan selalu punya aku dan semua percik memori
tentang pagi, siang, sore dan malam
Karena kau sempat menapak lama jelas di hati
bukan tapak jejak terhapus gerimis

Yang masih saja, kita tak tahu
mengapa di gerimis itu, dulu....

post-sadness

Usai tangis ini,
aku berjanji
akan baikbaik saja
akan berhenti mencari edelweis di puncak puncak tertinggi
bila akhirnya jatuh lagi
dan tiada bunga yang abadi.....

Usai tangis ini,
aku berjanji
akan tetap menapaki bumi
dan jadi diri sendiri
karena diri terlalu letih untuk pantomim, apalagi
sandiwara sinetron sepi

Kini,
lihat aku
melepas topeng pertahanan satusatu
hingga kau lihat kulit ariku yang penuh sayat
mengapal karena terbiasa sakit
yang hampir percaya cinta tak ada..
yang meremukkan bejana jiwa..
yang sekarang hanya ruang setengah hampa

Usai ini..
Usai tangis ini.
Aku berjanji,
aku akan baikbaik saja...

Kini, biarkan aku tepekur sendiri
dan menghitung tetes demi tetes rasa hati...

tanya

Kenapa sayapku tak jua tumbuh?
Atau jiwa kerdil ini sudah mulai percaya:

langit tercipta bukan untukku
bintang terbit tak pernah untukku
malam hadir bukan tuk selimutiku
senja bukan tempat istirahku
pagi bukan damaiku....


Kenapa sayapku tak jua tumbuh?
Apa hati retak patah yang tak pantas
untuk merasa?

Ah, semua syaraf sudah mati
dan rasa bunuh diri sampai mati suri
hingga buram batas mimpi dan diri

Katakan, cinta..
Kenapa sayapku tak jua tumbuh?

October 23, 2008

Surat untuk lelaki...

Dan aku menangis sejadi jadinya saat pesawat mulai meninggalkan bumi...




Untukmu, yang tak pernah tahu. Atau memilih untuk tak tahu.


Melihat punggung sedihmu kala aku tak bisa lagi merengkuhmu adalah salah satu hal paling menyakitkan yang pernah kukecap. Seperti merobek atmosfir sunyi yang dari tadi menghantui, melahap detak rindu yang terpancar jelas di raut wajahmu. Detak rindu yang diam diam juga kupunya namun kuendapkan seperti sakit yang mengkulminasi hingga hati mati rasa.

Maaf, aku tak bisa memperjuangkanmu. Aku memaksa kata kata itu keluar dari pita suaraku yang mencekik hati, karena ia berkhianat terhadap apa yang sesungguhnya ada. Telah kususun alfabet demi alfabet untuk membentengi diri, jauh sebelum malam ini. Karena tanpa kau tahu, diammu adalah sayatan pisau tajam. Kau berkata, aku berubah. Tolong, jangan lihat aku seperti itu. Ini topengku yang keseribu agar kau tak lihat duka yang berderai dibaliknya.

Kau menggenggam tangaku. Ah, adakah kau menggenggam tangannya dengan cara yang sama? Dan berjuta pikiran yang bersliweran memenuhi benak kecilku semenjak kutahu ia ada, dan semakin ada. Dan aku hanya bisa memilikimu lewat gelombang suara. Lewat malam malam dimana para pengecut bersembunyi di balik selimut, yang harus disibak pagi tak peduli seberapa nyamannya selimut itu. Seperti kita, yang mendamba malam dan semua rahasia. Seperti rasa sayang yang kusisipkan di lembar tergelap buku tentang semua yang terlupa.

Mengapa saat aku mulai menyayangimu?, tanyamu. Ah...Rasa sayang bukan kue pie apple sore hari yang bisa kita bagibagi, bukan? Dan sayap malaikatmu mengantarmu selalu pulang ke dirinya, yang hatinya terbuka luas, cukup luas untuk menampung semua ego dan sepi, semua tangis dan teriakmu. Dan aku? aku hanya seseorang yang kau temukan teduh di kala pertama kau menatapku. Aku hanyalah cinta, bukan nyata seperti ia.

Kau mengutukku pelan, mengapa aku bisa setenang ini saat menghempasmu ke bumi dari tangga menapak angkasa yang kita bangun berdua. Padahal kau baru saja pulih dari rindu. Aku mafhum, lelakiku. Telah kau habiskan malam malam tak bertepi meneguk sepi, saat rindu menguasaimu, rindu padaku yang pergi tigapuluh purnama dan hanya sempat kau rengkuh sesaat. Mengapa sekarang, katamu. Baru saja bisa kau kecup hadirku, tapi bayangku sudah menjarak dari hatimu. Maaf, tapi aku harus melakukan ini. Dan kau menghardikku karena bisa setenang ini menghujanimu dengan perih, dimana tahu dirimu, cinta pada pandangan pertama lagilagi cuma khayalan dongeng peri - ada sayang tulus tak termiliki.

Maaf, tapi aku tak bisa lagi memperjuangkanmu....Tidak disaat ada ia-Tidak disaat kau tak bisa memperjuangkanku seperti halnya aku.

Aku berubah, katamu. Aku seharusnya tak setenang ini jika aku benar benar menyayangimu.., runtukmu.

Ah,....

Andai saja kau tahu, berapa banyak rasa sakit yang menjalari hati hingga ia mati suri - seberapa banyak pedih yang ditanggung sendiri...Dan sebelum menemuimu di bandara tadi, aku menangis sejadi jadinya saat pesawat meninggalkan bumi...membunuh semua pilu. Hingga saat aku menemuimu, bisa kupersembahkan senyum indahku, untukmu terakhir kalinya....

Dan aku telah menangis sejadi jadinya saat pesawat mulai meninggalkan bumi...Hingga tak harus kau lihat ku berairmata, Hingga tak harus kubebani pundak ringkihmu dengan rasa cinta yang begitu pilu hingga harus dibekap diam..


Maaf.Tapi aku tak bisa menangis didepanmu, tak peduli seberapa sayangnya aku.




Balikpapan, di satu waktu, 2008

October 9, 2008

Kangen

membayangkan sosokmu
yang diamdiam hantui mimpi
akhirakhir ini............

seperti memecahkan kode rahasia
yang terenkripsi di daun jendela
tempat kau gantungkan mimpi , jeda dan cerita
yang kaukirim dari jauh sana

merekonstruksi tiap pixel warna jiwamu
dari tiap detak sinyal digital
yang katakan: aku kangen kamu
mungkin terlalu pagi,
tapi semburat fajar sudah hangatkan hati
dan satu pesan singkat: Sayang, selamat pagi...

Dan..

Dan kala aku menemukanmu....

Sunyata yang dulu jelaga
dan bayang bayang malas yang melingkari mimpi buruk malam hari
saat kerlip bimasakti tak ada untuk menemani
kala satu doa memohon untuk diberkati

Dan tertunduk ia, pada cahaya yang diam diam menelusupi hati
menajdi sunyi yang menjelma saujana
jika kusendiri, mungkin kali ini tak lagi
rasa tak terdeviasi, dan sayup langit kosong
mungkin kali ini tak apa-apa..

Dan kala aku menemukanmu..

Merasakan bumi yang berputar, memusingkan denyut logika
seperti kepul asap harap yang terperangkap di satu botol kaca
ah, tak cukup jelas jiwa ini,
tapi siapa, hingga mengharap sadarku tahu ini terlalu maya untuk nyata

Dan kala aku..
menemukanmu.......

October 6, 2008

[morning call]

Mungkin mereka benar.

Kita hanya kisah kepagian
saat matari terbit terlalu dini
dan bintang terusir pergi
atau malah bunuh diri

Satu jeda halimun dan semua selimut tersibak
dan merona langit malumalu pada semua yang pertama
adakah satu reka, mungkin ini takdir atau hanya kisah yang dipaksa
karena gelap harus buruburu mengepak koper dan pergi
walau masih keenakan mencumbui bumi
dan selingkuh bersama pada semua yang rahasia

Mungkin mereka benar

Seperti itu. Segamblang itu.

Kita hanya kisah yang kepagian
yang mencuricuri menit demi satu pelukan lagi
dan tergopohgopoh pergi, menutupi jejak malam hari
harus pergi begitu dini, seperti halnya janjijanji yang taktahu lagi

ah...
Mungkin.

tapi toh kita pergi
dan merindu lagi

kauaku

Ini
hadirmu
pesanmu
kecupmu
pelukmu
sapamu
lepasmu

ah.
kalau
kaubilang
terbanglah
lebihjauh
lebihtinggi
dan tak ingin
kau lihat:aku mati
ditelan bumi
bukan disini
tempatku
hanya satu pijak
pasti

katamu
pintamu
harapmu
sendumu
tangismu
cumbumu
lepasmu

terbangku
raguku
menolehku
bumimu
langitku?

yang merindu
damba

kau
inginmu
aku : pergi?


an affair (not) to forget

Bukannya aku iri,
atau tibatiba ingin miliki

hanya sekelebat ingintahu
tentangmu

Meraka berkata
ada satu rahasia
atau kelu yang dijaga
agar tak jadi tanya
atau tak luka?
Satu kala:
Saat kau merengkuhku
ke kalbumu,
dan mengizinkanmu
bersandar di dunia kristal kecilku
adakah kau imajikan sedikit saja - sejumput rasa
atau setidaknya memori sel abuabu
yang menjaring keluar kelambu kecil rahasia kita
satu, sedikit saja- sejumput rasa
tentang ia: kekasihmu?

September 25, 2008

.....

aku menemukan lelakiku di satu ujung senja
saat angin berayun pada pucuk cemara dan wangi laut merona
dan kami bercerita tentang rumput, rimbun, gemericik dan nada
[tapi terlalu takut untuk bicara tentang jiwa]

aku menemukan lelakiku diantara sebaran kertas
dan kedip laptop dan dentam irama kemalaman
sambil menghitung rasi di kisi kisi hati yang retas
ah, ia merengkuh kepalaku ke hangat bahunya
[katakan, bolehkah kuraba sinar matamu?]

aku menemukan lelaiku semalam, diantara kerling lampu
dan temaramnya ciuman, dan aksara yang jadi pelukan
kala naluri adalah nisbi - dan kita takluk pada janji janji
atau saling mereka mimpi, dan enyahkan kenyataan...
[inginnya mencuri waktu...duapuluh menit saja untuk lagi, merengkuhmu...]

aku menemukan lelakiku....

September 18, 2008

[searching]

Dimana kamu?

memudar.
bareng bayang bayang cat komidi putar tua yang kelamaan
cuma memandang mendung saat kamu bilang disana hujan
tapi tak pasti - mungkin tak pulang hari ini

kosong tak tentu
ungu biru yang pelan pelan hilang
atau disangkal, tak tahu apa itu ada pada rasa yang jalang
dimana kamu, jangan bikin penasaran!

Ah mereka bilang aku berubah
jadi cengeng seperti nostalgi
atau hanya mencari sepercik emosi di lembar lembar lapuk
dan mungkin nyeri ini sedikit terperi

kalau saja tahu.

Dimana kamu?


Akhir akhir ini

kamu yang sembunyi di bayang tak bertepi
dan tak mau tahu -
menurutmu remang remang itu lucu

ah, apapun itu
mungkin selucu gelap
kelambu yang menyembunyikan
kita yang mencuri curi ciuman di taksi tadi malam
dan diam diam pegangan tangan
dan seperti baru dimabuk cinta saja
padahal kau bilang persetan dengan cinta!


Psst, sudahlah
kadang lelah sembunyi sembunyian di labirin
toh kenapa juga...
malas aku mencurimu darinya
kar'na toh kau bukan cahaya
dan aku hanya mencari teduh semata

Mereka bilang aku mungkin mencari lentera
tapi kita cukup puas mengendap endap di lorong gelap
(dan bercumbu dengan rahasia - atau mungkin
mencuri satu, dua kecup lagi)


[ah.lihat kita yang saling membenci lalu kembali lagi untuk menguraikan tanda tanya tak terbaca dan kangen yang aneh pada hangat nisbi ketika kau disisi]

August 3, 2008

Spare me..

Aku melihatnya di satu hari hujan. Bibir yang membiru, mengerucut entah memaki apa, dan jemari gemeletuk kedinginan. Aku berpikir, bisa saja itu aku. Ia tak memohon belas kasihan, hanya menjual koran. kaos yang kumal dan rambut yang basah. Aku menggumam, mungkin saja itu aku. Ia tak terlihat menyayat, hanya satu pandangan mata tajam pada rintik. Dan berita kecelakaan dan perkosaan yang ia baca di headline koran sore itu. Dengan terbalik. Aku menyapanya, bertanya mengapa ia membaca terbalik. Ia menyembunyikan mata tajamnya dibalik sedekap siku. Aku tahu ia jadi malu malu. Aku bertanya, ia kelas berapa. Kelas dua,Aku merasa, bisa saja ia aku. Aku tersenyum dan membeli koran sorenya yang kutahu takkan kubaca. Ah, ia menoleh - lihat sini! ah ia tersenyum - atau, mungkin saja itu aku, tersenyum pada diri sendiri?

Dari pemburu fajar (dan senja) :

kau bertanya:
adakah aku?

Kepala ini pening, seakan seribu peri mendesing
seperti membaca horoskop di koran pagi :
hari ini tak akan ada tawa, hanya sunyi dalam bising
dan mungkin joker yang menikam diri

tak bisa, kuukur jarak demi kamu
tak peduli seberapa inginnya aku

menggali lagi jejak yang sudah kaku
ini aku, memburu fajar dan senja
tak peduli apa aku akan menemukanmu disitu
atau tidak : toh kau nisbi pada rasa tak bernama
(dan aku tak peduli pada luka, toh kita sama sama dewasa)

Dan kala aku tak tahu lagi beda kangen dan cinta,
akankah kau, menghukumku
untuk sekedar ingin tahu kabarmu?

Dan kau masih akan selalu tertidur di pundakku
lalu aku mengecup keningmu, pelan,
dan lenyap di damai mu,

Lalu jadi jengah,
atau itu hanya surya yang menarikku ke angkasa..
jauh. Dan sapamu jadi titik nadir yang bias
menuap di satu jenuh

Dan kala aku tak tahu lagi definisi rasa
akankah kau membenciku,
karena ingin tahu kabarmu?

July 31, 2008

Mimpi Semalam

This is the way it should be....
This is the way it should be, for love....

Langit malam.
Temaram.
Dan cukup, kulihat matanya.
Rasa yang tak perlu kata kata
sambil menggumamkan satu lagu lama
lalu menggandeng tangannya
mengajaknya berdansa...

This is the way it should be....

July 25, 2008

A conversation with Furball

[berkata]

Kasihan ia. bertanya apa jenuh itu satu justifikasi?
Jadi ketika arjuna memutuskan untuk pergi
dan berhenti di singgah relung hatinya,
bukannya harusnya kau turut bahagia?




*thx to furball,the center of my sanity when i was down and in the edge*

The Dead Star

Ketika kerlip bintang jatuh tak lagi melintas,

bertanya: apa ini cinta?
ada seperih luka tak terdefinisi
dan satu, atau mungkin dua tetes airmata

atau mungkin cuma terlalu terbuai sinaran
titik nadir yang hadir, lalu dianggap takdir
hanya hangat yang melapisi hadir
yang memutuskan untuk pergi
[sembari bertanya, peri kecil patah hati?]

cuma ingin dan imaji
yang pelan pelan dicekik mati


*kala bintang jatuh tak lagi lewat dan membakar langitku*

June 26, 2008

L.O.N.E

sepi di samudra
amis yang menjambak hati
dan rona yang dicuri hantu malam
diselipkan di tengah dentang detak mesin tak kenal waktu
dan galau yang dipinang waktu,
ah, gigil resah.

sepi di samudra
omelan omelan pelan saja
dan senyum yang redup, hampir mati
sabar yang diregangkan,

dan hati mengais mencari sedikit sunyata...

sepi di samudra
troll laut yang ganas merengut
menculik paksa dari tangan tangan hangat di permukaan...

sepi di samudra....

June 20, 2008

Mr. Rainman

Pagi ini hujan lagi.

Aku ingat.
Ia begitu mencintai hujan
Dan wangi tanah basah
dan bisik halus tetes air dari atap beranda
dan abu abu langit yang rahasia

Ia tengadah dan tersenyum
saat yang lain berlari menghindar
Ia menghela udara dan tengadahkan tangannya
mengecap rintik pertama
meraba irama derasnya

Ia tergelak pelan dan mulai berdansa
dan menggandeng tanganku
yang tak sabar ingin menariknya masuk
ke secangkir coklat hangat dan karpet kering
dan percik api di depan perapian

Tapi ia cuma ingin hujan, dan semua yang dibawanya
sambil bercanda,bernyanyi dan berdansa...
kala manusia berteduh dan mengibaskan air dari mantel mereka
melihatnya,
mengutuknya orang gila

Tapi ia cuma suka hujan
dan segala ramai yang dibawanya
ia masih menggandeng tanganku, ditengah rintik
aku malu! lagipula basah....
kutepis tangannya
dan lari ke kerumunan di tepian, terlindungi atap buatan

Atap miliknya adalah langit
Kala awan berbaik hati membagi cinta,
Ia berdansa pada tetes bening tirta
Sampai ia ditelan baur gerimis yang menderas
dan petir mengaburkan suara nyanyiannya
Sampai ia lebur pada tiap serpih rintik dan menyatu di udara...

Dan seiring matari yang muncul
dan orang orang yang mulai lalu lalang...
Mr. Rainman, ia hilang....

June 19, 2008

Question of the day

Entahlah.
Ini bisu atau ramai yang ditikan hingga berdarah dan mati

Pengecut!
Terlalu takut memilih,
atau hati terbutakan cahaya,
hingga tak lagi bisa bedakan warna
dan melihat dunia?

Entahlah.
Ini bisu atau ramai yang ditikam hingga berdarah dan mati
atau hati tak lagi bersuara?
tenggelam di siang,
lupa pada mimpi mimpi malam

muak sendiri
terlalu takut memilih
atau jiwa tuli, bising siang memekakkan
tak lagi dengar bisik bayu -
hidupmu mau kemana, cah ayu?

Tak terdengar, tak terlihat
Atau tak berani mendengar dan melihat?

Tak terjawab.

Entahlah.

Ini bisu atau ramai yang ditikam hingga berdarah dan mati

June 18, 2008

-contemplation-

Di Satu kala
lazuardi merona, ungu jingga dan putih pucat pasi
dan hari bersiap masuk ke lembut selimut malam dan bermimpi

Di satu senja
Kala lelah dan laranya adalah rona
dan mimpi, cinta serta rasa adalah semburat cahaya

Di satu semesta
Matahari dan awan
Kala cahaya berdamai dengan kegelapan
dan menjemput harmoni di satu nisbi

Di satu senja
Ia menemukan Tuhan nya..

June 5, 2008

The monday Chronicle

Dua nona kecil
berdandan, mematut diri
memoles sedikit sapu merah di pipi
tertawa terkikik
dibalut rok warna warni
dan sepatu peri

Dua nona kecil
terbang ke negeri pelangi
berlari, kita tak sendiri!
jatuh cinta pada warna yang rasuki nadi

Suatu hari,
Dua nona kecil ingin minum dan menari
hanyut pada musik, tak mau sepi!
nona nona kecil yang bahagia

Dan musik mengalun ribut!
Dentam sedikit membutakan, dan mereka tertawa
dua nona kecil, minum dan menari
Tapi udara jadi diam saat ia lantunkan lagu
dan jantung sekejap berhenti :

Sang penyanyi
membius hati dengan tatap
mencuri hari dengan sedikit senyum
dan rasa jadi ada:
dua nona kecil tersipu
tak punya nyali untuk sedikit saja mencuri pandang lagi

Dan sang penyanyi, sembunyi di satu bayang
menyadarkan dua nona kecil :
Hati masih belum mati
'

May 28, 2008

Note on a white chocolate and him

Sekeping coklat putih
yang dulu hanya membeku, duduk manis di satu sudut kulkas
Diambilnya, digigit sekeping
manis, katanya
sambil berkata,
kurasa aku jatuh cinta lagi
pada sekeping yang dulu terbuang dan terlupa
Ternyata ia, manisnya masih sama
[baru sadar sekarang?tanyaku dalam diam]
Katanya sambil menikmati rasa

aku senyum saja.
Tak berkata-kata.
[atau mungkin tak bisa]
Karena sudah terlalu lama luka
[dan coklat putih beku tak terlalu enak dimakan lagi]
toh ditinggal terlalu lama
lalu kini datang dan bilang cinta?

Tidak.
Tak bisa.
[seharusnya ia tak jatuh cinta]
apa coklat putih bisa meleleh di mulutnya?





[Lagipula, kenapa harus coklat putih?tak jelas. coklat ya coklat. putih ya putih.....Sama seperti rasa yang kini baur dan kau bilang kau jatuh cinta lagi. Lagi. seperti menemukan seongok coklat putih yang dulu kau bilang tak suka lalu kau tempatkan diujung hati, kan?Lalu kini kau bilang ia manis dan kau gigit sekeping kembali. Mana enak coklat yang hampir basi???]

May 27, 2008

Catatan pagi di sebuah Rig

Pagi ini laut seperti menyatu dengan langit. Garis batas horizon seperti tak lagi nyata, melebur dalam satu sapuan kuas biru lembut bercamput putih yang tersipu malu, membaurkan batas antara surga dan dunia. Pagi ini, damai ada dalam sepi yang tak tertemukan tapi diam diam sembunyi ditengah riuh dentam mesin dan teriakan orang yang tak kenal waktu.

Tak seperti fajar sebelumnya, yang menyeruak kuat dengan sinar merah keemasan yang dengan congkaknya berkata : hari sudah pagi! Dan merajut lini agung dari semburat surya yang tak mampu lagi disembunyikan awan..yang mengalah pelan pelan sambil mempersilahkan dian mematut dirinya di permukaan laut dengan sempurna. Dan lautpun memantulkan bayang keemasan yang menyilaukan mata pada riaknya...

Pagi ini, langit hanyalah satu kanopi biru agung tempatku istirah sejenak dari lelah.....






*3rd hand mulu...cape deeeee...kpn gw breakotnya?!?!:(*

May 25, 2008

Lazy Saturday

[ia merengkuhku. Nikmati saja, godanya. Bintang takkan
kemana..For the sky is yours,katanya]


Kerling lintang
yang melintas dulu
pada satu elegi, ia ada lagi,

(Setelah janji yang dulu kupikir nisbi)

Menjelma ke satu masa dimana banyak tawa
Jangan khawatir, katanya
memeluk pelan
hari ini, bersandar saja

Seperti kerlip,
akan selalu ada disana
membakar pelan walau tak bisa selamanya hangatkan

Diam walau tak lagi malam

Jangan khawatir, katanya
sambil duduk disampingku
mengecup dahi pelan, dan meraba nada di udara
hari ini, bersandar saja

Biar surya meninggi
dan kita saling mengambang disini

menghirup hidup, untuk hari ini saja
bercanda pelan
[sambil diam diam mencuri kecupan]
berbaring menghapus penat
dan tak mengidahkan waktu....

Jangan khawatir, katanya
biar surya meninggi
toh ia cahaya

Bintang,
yang diam disana walau kau tak tahu

Jangan khawatir,
sandar saja
Lagipula, sabtu ini langit milikmu....




*untuknya, untuk saat saat bercahaya. terimakasih...*

Original Version 'saat tak tahumu'.

Ini versi asli puisi 'saat tak tahumu'. Puisi ini untuk seseorang (and yes, i did send it to him lewat FS) yang tak pernah tahu, tapi selalu ada dan menyinari. Yang nggak pernah complain walau sering dikirimi puisi aneh. Dan yang akan selalu di hati, walau status friendster nya berubah beberapa minggu lalu (and yes, it somehow cracked me down a bit...) dan well....i gotta face reality anyway :)

Versi copy paste dari sent item message FS saya untuk orang itu :)

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Wini wrote:
> Hanya kamu dan langit dibahwahmu
> kata kata yang tak pernah sampai, tersimpan di halimun biru
>
> Hanya kamu dan langit dibawahmu
> seperti mengamati, bintang yang jauh
> sinarnya hangat, seperti hati
> tapi tak terepih, seperti hati
>
> Hanya kamu dan langit dibawahmu,
> dan seribu sendu, dari rasa
> yang tak mau merentas jarak
> ragu, angin dan semua yang dibawanya
>
> Hanya kamu, dan langit dibawahmu
> puisi dan kata-katapun malu, lalu mati..
> kar'na tak penting ia saat tak lagi sampai...
>
> Hanya kamu. Dan langit dibawahmu
>
>
>
> :P Lagi pengen bikin puisi aja pas liat foto FS mu..padahal da lama dipasang ya, hehe..:P

-------------------------------------------------------------------------------------------------



*mellowModeOn*

May 20, 2008

kutakkanpernahsamajikatanpasemua

Kau tahu?
Mungkin kita
hanya satu singgahan lagi
(itupun jika pernah ada 'kita')
Bukan tempat untuk benar benar menepi

Tapi tak apa, kan?
Paling tidak, kita jadi puisi
dari segala melankoli
akan lebih kuat esok hari

Hidup takkan pernah sama, kan?
Dan bersyukur diri
kau pernah menjejak sekali
[atau mungkin dua, tigakali, siapa yang tahu?]
Jadi inspirasi,
dan (sedikit) mengubah hati

Jadi...
ada sesuatu terserak
atau tidak

Aku mulai belajar
untuk tak peduli.

[walau diamdiam doa tetap dipanjatkan
agar ikut melebur jadi sinaran]






*Inspired by a song :for all the girls i've loved before*

Afterglow

Ruang jadi
sedikit lebih terang

Setelah semalam
kubunuh satusatu pilu
kutikam rasa diamdiam
berharap mati tanpa sesengukan rindu

Ruang jadi
sedikit lebih lapang

Saat hati selesai bunuh diri
dan mati rasa
kesemutan pelanpelan


Dan Aku Bisa.


Ruang jadi
Sedikit lebih benderang

Saat tak memberi diri
celah untuk menangisi

bintang malam
yang hilang diusir mentari


[bintang berevolusi.tak bisa, kan, kalau hari selamanya harus terus malam?]

May 16, 2008

Countdown

Aneh
Jadi gundah sendiri
mengerut, mengkisut
jaring laba laba yang kelamaan dirunut

Argh! aku tak suka menunggu

Kata mereka,
hati hati
dengan hati

aneh,
jadi resah diri
mondar mandir, tak jelas begini!
ingin mencekik botol waktu
menuangkan saripatinya kepangkuan
hingga mabuk dan habis...


Kenapa juga
melamun dan menunggu
tak pasti..
(atau mungkin ada sejumput rindu?)

Kata mereka,
hati hati
dengan hati






*thx to a friend who said the line to me :)

May 15, 2008

Sober

Biar saja
tak ada yang tahu
betapa satu keping salju furano
bisa meretas jarak dan hinggap di pelupuk
dan terkena mentari borneo
meleleh
jadi setitik air mata

Biar saja
tak usah
ada yang tahu

sudah.
patah.



[biar mimpi punah terlalu dini. Mungkin labirin itu memang tak seharusnya dibuka, dan pintu hati tak seharusnya tenggelam di satu jaring kisut yang berjarak jutaan tahun cahaya dari belati yang dari dulu selalu siap menikam.Dan badut badut nasib tertawa lagi. it's just another patah hati]

Saat Tak Tahumu

Hanya kamu dan langit dibawahmu
dan rasa dingin yang menusuk nadi
seperi kata kata yang menghilang ditelan jarak
rasa yang takkan pernah sampai

Hanya kamu dan langit dibawahmu
dari sini mengeja alfabet,
adakah rasa bisa diraba
jika angin saja mengagungkan sinarmu

kecil, aku dibawah sini
melihat jauh
bayangmu, dan bayang langit dibawahmu
tuli, deru denting takkan terdengar dari atas sana
teriakkan rasa sampai serak, kau dengar????

atau seperti kau bilang - salju harus terepih
atau hanya dari jauh
seperti halnya menanti
tiap pesan, tiap detak sinyal digital
teriakkan jiwa sampai sesak, kau tak rasa???

bayangmu, dan bayang langit dibawahmu

yang mengambang di kolam merah jambu kelopak sakura
wangi lavender furano
atau apapun , bayang hijau hitam yang berkelebat!
Toh kau sama, disana tak peduli

hanya kau,dan langit dibawahmu.

Sama sama tak mau tahu.

May 13, 2008

Wait on the premises

bagaimana aku mungkin menerka
tiap sel abu abu di relung kepalamu
dan sinyal neuron yang dikirimkan
hingga suatu saat kuberharap kau berkata, ini rasa

sedikit retak di jiwa,
saat luka merasa dilupakan
dan senja dulu di ilalang menjelma menjelas
tak bisa lagi bilang,
lupakan saja, kita tunggu rasa esok hari

bagaimana aku mungkin menerka
tiap misteri asa di ruang terdalam jiwa
dan sesuatu yang disebut suara hati
jadinya terdengar melankoli

sudah cukup lama, menunggu tanpa ada kata
dan embel embel yang bikin kita muak - bukan lagi waktunya berlelah
tapi toh masih saja, kugenggam bayangmu
di malam malam yang tersunyi
pesan dari ujung sana, tak pernah juga berkata:

tunggu aku.

ps: I Love you (not)

Malam
Disindir lagu cinta kemarin sore
sesuatu tentang indah matamu
dan kejora yang kepagian

tersenyum sinis pada diri sendiri
ada galau yang tak bisa dibagi
seperti diri yang terus ingini
mengulang tiap detik dalam imaji

Tapi ada satu sakit tak terperi
tak pernah tahu, setiap kali kagumi indahmu
yang menghilang, seperti samar wangi
yang dibawa angin selatan

bertanya..apa malam lagi lagi
akan membawa ke satu sepi lagi

mereka reka
mengulang rekaman usang
tentang waktu, yang dulu diam diam membeku
dan udara yang meringankan diri, sampai kita tak sadari
satu kecup, satu saja...seperti hening dalam mimpi


ah, andai dulu kita tak harus bangun pagi..


[dan hidup, menorehkan satu pesan tak terbaca.hanya nota kecil, ini bukan cinta, hanya asa yang menggantung saat tiap kali bintang terbit di sosokmu, yang menghilang seperti pias pagi.dan tak peduli]

Little Jenny

Si gadis kecil
menangis sesengukan
pada malam
dan rembulan yang kebanyakan minum
bersinar ogah ogahan

Seperti sosok menakutkan dari masa lalu
tangan monster yang keluar dari kolong tempat tidur
bayangan yang pelan berarak

ia takut,
pada nafasnya yang terengah dan berbau arak
bersalah,
pada tiap luka dan lebam biru
memojokkan
tak berharga?

Teror yang merangkak pelan,menjalari
luka sejuta perih dibakar api
tak tahu bagaimana ia bisa menyesalinya

Si gadis kecil
memanjat jendela
ingin berlari ke ladang jagung
diam diam sembunyi
dan berharap dunia tuli
isak diamnya, semoga tak terbaca
tak perlu gema langkah beratnya yang menuruni tangga
membakar semua sendi sadarnya
meremukkan detak, seperti semua yang terengut

Si gadis kecil
berlari terengah menuju tebing
Tahu,sang teror berteriak mencari, memburu
matanya basah, hujan malam malam
berlari, berdoa kakinya tak mengkhianati
tak ingin kembali,

Si gadis kecil
kalut, berlutut dan berdoa
sayap dihatinya yang telah dihitamkan
dan dikoyak berkali kali
masih bisa terbang
atau angin akan meolak
kalau ia ingin hilang?

Si gadis kecil
memilih untuk menghilang
sudah, hitam
sekalian saja mengelam...


[keesokannya, dibawah lembah ia terbaring.tersenyum kelam,seperih tetes darah hitam di ujung bibir kecilnya]

Cry Baby

Psst..
Diam saja, katanya
kita tak ingin semua tahu kan?
rahasia hati bukan untuk dibagi

Dan sayap iblis yang mengekang
Semua benteng pertahanan
takkan gunakan hati, katanya
aku tahu ia berbohong

sama saja, diam saja, katanya
kita tak ingin semua tahu kan?
beban hati bukan untuk dibagi

Saat pagi, berpura pura kuat
dan menyapa, tak ada yang berubah
kenapa cuma bisa jujur pada bintang?
takkan gunakan hati, katanya
aku tahu ia berbohong

Saat ia kembali
hujani diri : aku mau kamu
terjejak jelas seperti gerimis
yang menyalakan lilin,

Kita tak mau sendirian kan?
Seperti nada sepi tak didengarkan
Takkan gunakan hati, katanya

Kita tak ingin semua tahu kan?
Sssst..diam saja, katanya
Masuk menggeliat ke ruang tersepi
Mungkin agak terburu buru, kau merengkuhku
Dan mendengar semua lagu

Saat menutup pintu,
ia pilu pada satu sendu

[aaku mengintip diam diam pada satu isak pelan saat pundak kokohnya membelakangiku.mencari nostalgi yang tahu takkan terbagi. Takkan gunakan hati, katanya. Aku tahu ia berbohong]

April 15, 2008

NightFlight

Aku memanggilnya ke loteng apartemen. Malam masih nyalang, dan bintang masih terang. Ia datang, mukanya masih sembab. Aku tak tahu dan tak mahu tahu. Aku harus bilang sesuatu.

"Aku mau pergi"
Ia diam. Kurasa ia sudah tahu.
"Mengejar mimpi"
Ia masih diam. Aku lelah menjadi pusat dunianya. Aku lelah dengan menyerahnya. Aku lelah menjadi mimpinya.

"Aku hanya ingin membuktikan diri"
Ia tepekur. Mukanya pucat.. Apa mungkin semua cerita peri-pangeran-dan-putri pasti berakhir bahagia? Ia tahu, di kisahnya sang putri mungkin malah melarikan diri saat keajaiban terjadi.

"Boleh aku pegang tanganmu?", pintanya
Aku tergelak pelan. Ia tak berubah, bertahun-tahun mengenalnya. Aku memegang tangannya pelan.

"Ini bukan tentangmu. Aku hanya ingin mengenal diriku"

Ia terdiam. Menunduk, meremas tanganku, seakan itu bisa memaku sayapku di bumi. Tapi kali ini, aku ingin terbang sendiri. Setelah bertahun-tahun bersama cahaya, kali ini aku ingin terbang sendiri malam hari.

"Kadang cahaya membutakan, sayang. Dan aku jadi pusing, dan semua jadi baur, tak jelas. Udara jadi terlalu ringan. Aku butuh diriku, untuk menjadi pusat duniaku sendiri, bukan hanya pusat duniamu. Aku jadi bingung sendiri, dan bukankah semua jadi lebih jelas saat aku mengambil jarak?"

Ia meneguk segelas wine ditangannya, dan menghabiskannya. Seakan gelembung gelembung manisnya bisa membunuh sakit yang kini tertera jelas di wajahnya yang menahan luka.

Aku mengembangkan sayapku. Ia masih memegang tanganku erat, seakan jika ia melepasnya ia kehilangan semua nyawanya. Rembulan menyinari matanya yang setengah basah.

"Aku mencintaimu"

Aku tersenyum kecut. Kita sama-sama tahu bahwa cinta saja tak pernah cukup. Ia tahu mencintai Nawangwulan adalah sebuah kesalahan. Aku tahu bahwa pada akhirnya sayap akan menuntut takdirnya, bahwa bumi masih terlalu menakutkan. Aku mencium keningnya. Seperti anak-anak kecil yang berlarian di taman, bergandeng tangan dan mengalungkan bunga, membentuknya jadi cincin, berbagi dunia rahasia yang hanya milik berdua. Tapi toh saat malam tiba, kita harus pulang, kan?

"Sampai bertemu besok pagi"

Aku mengernyit. Ia begitu yakin pagi akan memanggilku kembali. Apalah. terserah.

"Aku pergi..maaf"

April 14, 2008

[reality hurts]

Dia menghitam di satu jejak sajak senja yang melankoli...

Bukan pudar, hanya menggelap, menjadi satu dengan bayang yang selama ini dikejar
Bukan samar, hanya menggelap, lebur di remang yang nantinya tak pijar
seperti tanya tanya sebelumnya
seperti sakit sakit yang teraniaya

terserak satu, diujung pena
lari!
takut ..
ia menyelinap di sel sel otak tersempit
di rahasia rahasia terkelam
dan diam diam mencuri

dia menghitam, di satu ujung sajak senja
mengais ngais jalan kembali
menghitam


karena hari malas diulang
biar saja ia , menghitam...

April 11, 2008

5.30

Coffee Room. Wait for you
.
Dan pesan yang tak pernah lebih padat dari itu. Anehnya, segurat sapuan merah muda terbit di parasnya. Dan seperti sinetron-sinetron cinta sma, ia merasa detakan nadinya bertambah dan kakinya melemas seiring ia separo berlari menaiki tangga. Tidak ada yang bisa diharapkan, memang..Tapi berharap sedikit remah nasib baik akan jatuh di toples hidupnya yang akhir-akhir ini melompong boleh, kan?


Klek.
Pintu terbuka.

Satu senyum mengembang lebar, dan menyapu dingin air conditioner yang menerpa. Hangat, seperti secangkir teh yang menunggu disebelahnya. Selalu camomile tea (entah mengapa, wanginya selalu mengingatkan Aira akan sosoknya) yang ia buatkan untuk Aira. Masih mengepul pelan, sepelan harap yang diam-diam Aira bisikkan. Mungkin teh itu sudah disana sejak ia mengirim pesan pendek ke telpon genggam Aira. Menunggu diam disebelah secngkir teh yang baru diseruput seperempatnya.


Hi...
Ia menyapa
So...,

Nada tanya mengambang diudara. Kata-kata hilang, digantikan coklat bola matanya yang menembus akal sehat Aira. Meluluh lantakkan kekuatan kata-kata. (Toh mereka sudah pernah terlalu banyak meminjam sihir bahasa verbal dan huruf,kata,kalimat....) Ia tertawa pelan..

Little baby,
Katanya

Aira cemberut sedikit. Ia tertawa. Aira melihat ke matanya. Ikut tertawa. Mereka saling melirik, tersenyum, dan tertawa lagi. Tak ada kata-kata. Hanya dua cangkir teh, dua manusia berbeda bahasa, dan ruang kopi yang sepi...

Dan (mungkin) sepercik rasa

April 2, 2008

What's so good about good bye?

cuando te vayas, i se que no me amaras mas, como lo hiciste ayer...




mengecup sekali,
lalu pergi
bahkan tak menengok lagi
sudah, tak ada janji
[bahkan ia tak memeluk untuk basa basi]

...sampai jumpa suatu hari...


(padahal tak pernah tahu, apa hati masih ada esok pagi)









[akhirnya cuma aku ngelangut sendiri, terpesona diam-diam dan larut di pedih dan ingin tahu serta rasa yang terlambat, di semua yang tak terdefinisi. Dia bilang, seperti di buku-buku, aku bisa mengagumimu tanpa memiliki. Terlalu sempurna, seperti halnya bintang yang terlalu dekat dengan bumi dan membakar diri, menyinari. Semoga kamu ingat aku, satu potongan puzzle kecil tapi mungkin melengkapi. atau mungkin hanya ironi. hmpfh! sudahlah.. kamu pergi. good...bye..]

March 31, 2008

an afternoon with little miss sunshine

melangkah ringan..
si gadis kecil kuncir kepang
berpita merah muda
melompat lompat
menapak, menengok
mendengar dehem cemara
yang mengangguk angguk saat ia sapa
hmm hmm..

menari dan berdansa,
di satu padang langit orange-ungu-biru
na na..
menantang dunia lantang terbuka:
bukankah harusnya kamu gembira?
bukankah rona jingga akan membuatmu terpana?
si gadis kecil kuncir kepang
berpita merah muda
tak berlalu

menghentikan langkah cepatnya, hup!
mendekati sendu perdu yang berdendang sedih
tersenyum lebar ia, seperti bunga matahari
melelehkan sisa sisa musim salju di hati
hum..humm..tapi aku terlalu sedih hati
bukan bukan, itu na na na, ralatnya
bergumam pelan lalu nyanyi
du du du...
hidup telalu singkat untuk sendu duka
ia mengecup kelopak bunga liar,
seperti kupu kupu yang enggan terbang


melangkah lagi, ringan dan hampir terbang
gadis kecil berkuncir kepang
pita merah muda..
menghilang di satu senja

March 29, 2008

Pada sebuah pagi

:


Jengah!
Kupikir kau akan berbeda
tak secengeng mereka,
menguntitku diam diam
menodongkan pisau ke nadi
menuding,
menyekat dunia
pertanyakan siangku

hey, aku hanya ingin malam!
dan semua yang diberikannya
(termasuk remang lampu
dan harum nafasmu)

Pongah!
Kukira kau juga
hanya memuja rembulan, dan misterius langit
asap mengepul, wangi cherry dan aksara yang tertawa
mengecup dan mengecap rasa tanpa perlu terbawa
tak ngelangut di satu jalin sempit
tak tersesat disatu labirin bodoh berlabel cinta
(seperti mereka yang menguntit, sembunyi, berlari dan mencariku disana)

Harusnya kau tak seperti mereka, kan?

Gerah!
Cuma bikin muak saja
sejenak memang pernah ada euphoria
karena tak terpungkiri, rasa datang dan pergi
tapi bukan janji janji konyol yang mengikat
akui saja, kita menari dan bercinta
sekelabat seperti senja
menyelami hidup (yang katamu mau kaunikmati)
itu, dan hanya itu
malam, dan hanya kelam
peluk, tak ada yang muluk

Lalu kenapa kini kau mau usik siang?

Harusnya aku tak resah
tapi kau jadi cengeng
tapi kau jadi minta asa
padahal semu, nisbi yang pasti

Katamu kau takpapa
aku pergi,
karena ini pagi.





cuando tu te vayas, tu tend
ras las agallas de decir, yo no te amo como ayer...*
[when you go, will you have the guts to say, i don't love you like i did yesterday ?]





*Inspired by a friend's YM status.

March 28, 2008

[The Shooting Star]



Aku terkadang terdiam menatap bima sakti dari jendelaku. Berharap melebur dengan kerlip. Iri pada cahaya. Jiwa kecil, disindir jutaan terang yang membius. Dan kincir nasib kejam yang seakan tak ada, jadi semu dan waktu bisu. Aku terkadang terdiam, menatap bima sakti dari jendelaku. Berharap melebur dengan kerlip, berharap pada karma, aku jadi satu debu bintang..lebur di sunyi agung sinaran, diam diam mencuri kerling pada sang supernova dan berhenti di kuburan bintang mati.

Dan sang nasib kali ini berbaik hati, padaku yang diledek malam dan ditertawakan kunang-kunang.

[blast! Ia lewat berkelabat!]
[bintang jatuh, ucapkan inginmu!]

(Bagaimana bila...aku tak ingin apa-apa kecuali bintang jatuh itu? )

bisik harap...rapal doa pelan pelan

Dan kerlip menjelma
tepat didepanku...
tanpa memberi tahu.

Dan ia cahaya
Dan ia ada, (Padahal kukira ia cuma dongeng belaka)
Mengecupku lembut,
memeluk hangat di satu buai sinaran
Menyentuh lembut, selembut rahasia

Dan ia berbaring disampingku,
menggambar padang bintang di langit langit kamar
lalu tertawa,
dan mencumbuku di satu sunyi
tak terdefinisi
Ia:

Dan ia bernyanyi
Irama yang tak didengar,lirik yang sesumbar
Andai ia tahu inginnya kucuri nada
Ngelangut di hangat sinar matanya, di lembut bibirnya

Inginnya kututup kelambu,
segel waktu
biar gelap, hanya ia yang menyinari
biar tak ada esok, cahaya bintang tak terganti mentari
bintang jatuh tak harus pergi

Tapi ia cahaya,
berkelabat masuk,
mencuri jiwa
lalu pergi seenaknya...

Dan ia cahaya....
Tak terepih...

Dan ia cahaya,
harap yang dikabulkan...

Bintang jatuh
melesat cepat
tak singgah lama di bumi
tapi ia cahaya,
jejaknya sengat, bakar hati
lalu hilang
dan gelap lagi

Katanya,
Kenang setiap detik terang
ia mutiara, simpan di peti harta karun kecilmu
yang kau intip diam diam saat gelap meyerbu
dan kau lupa seperti apa hangat lembut cahaya
yang mengecup kening saat lelah menyerang

Ia, cahaya...
Bintang jatuh
hilang
pulang

Aku (masih) terkadang terdiam menatap bima sakti dari jendelaku..Berharap jalinan ulir takdir meleburku dengan kerlip. .seperti yang diam diam masih kusimpan erat di kotak rahasia sudut mati jiwa..



(Agar tak cuma ia yang cahaya...)

March 26, 2008

[mr.trapesium]

Kemarin
aku menggenggam tangannya
dan masih sama,
aku mulai bercerita

tentang kunang kunang yang cahayanya meredup
dan enggan terbang
tahu kalau sinar kecil tak cukup terangi malam

tentang melintasi hutan
wangi yang tak dikenal
dan liarnya belukar, serta lusuh hijau biru hidup

tentang pisau, sayap yang terpanah
kaki yang mulai pincang
dan buram baur pandangan
tangan yang tak lagi menggapai
tubuh terdiam malas, menanti ruh

tentang dunia sihir yang tak nada lagi
dan kastil peri runtuh
kunci kunci gerbang yang ditinggalkan
berserakan

Kemarin
aku menggenggam tangannya
dan masih sama,
aku menggenggam tangannya, lama
berbisik senyap,

pinjamkan aku kekuatanmu, sedikit saja...

Kemarin
aku menggenggam tangannya
dan melihatnya tersenyum samar
sesamar lilin redup
yang menghangatkan gubuk kecil saat badai
dan ia ikut-ikut berbisik

kamu kuat, peri kecil..
tanpa perlu sedikit sihir

kemarin,
aku menggenggam tangannya
dan tersihir

March 14, 2008

[untuk ".."]

tik tok
menunggu mengetuk pintu
tak sabar, tik tok
bertopang dagu

detak detik menyebalkan
waktu jadi gagu
tik tok
tapi, kan kita tak bisu
tak sadar juga...

mengerling, bosan
hati
mestinya dikatakan
tapi..?

tik tok

nada denting dawai gitar pun jadi jemu
lamat lamat melambat
suara menjelma semu
malam terlalu singkat

tik tok...

March 11, 2008

[From A Midnight Movie]

"Good Sir..
I heard you're a poet..
A poet of no word..? "

Ah, Mata yang bersinar
dan terkesima, menahan nafas

Bagaimana bisa kukatakan padamu,
aku memilih bercerai dengan irama
dan membunuh rima

Saat mereka mencuri kertas dan penaku
dan membuang fantasi dengan piksel maya
memaksaku mengendarai sinyal nol satu
bersliweran memusingkan
berkedip cepat, bergemeletuk seperti tuk tuk

Dari la-la land
Para aktor datang, seiring imaji menjelang
tanya, dimana drama nya!
Aku menunjuk pedih ke satu kotak kaca
(dan tak brani bicara : pun tak brani jatuh cinta)

Orang orang tak dikenal , mata-mata nyalang pandangi
racau mereka, kacau mereka, pamer mereka
tapi aku ingin kerahasiaan di satu buku puisi tua
yang bangga duduk menanti
bukannya menghitung angka angka
atau torehkan nama
(ah, mereka membeli jiwaku untuk itu)
menatap, siapa saja
tak tahu beda plum dan buah ceri
tak pernah..benar benar menyesap udara
memandang ke satu layar bisu tak bernama

Ah, mata yang bersinar,
di hijaunya hutan rimba puisi
Untuk satu kesima itu,
tapi maaf, aku bukan lagi pujangga

"Good Sir..
I heard you're a poet..
A poet of no word..? "

March 10, 2008

On Pennies from Heaven

Baruna mencintai Seruni. Walau itu berarti tersakiti. Walau itu berarti ia menjadi orang paling pandir se jagad raya. Walau itu berarti dimaki. Baruna ingin mendengar suara seruni, sedetik saja. Walau nanti telinganya berdarah darah lagi




Kalau mencintai berarti tersakiti..
biarkan aku membunuh diri
hingga tumpul semua rasa
dan hilang raga
tinggal jiwa - yang termanggu tanpa asa, hanya cinta.

Kalau mencintai berarti kau maki
biarkan aku merendah diri,
sini, kemarikan pisaumu!
bisa kusayat sendiri nadi
jika merahnya bisa
tetesi indah bibirmu yang mekar dalam senyum

Biar denting gitar jadi memekakan telinga
dan lagu lagu cinta menua
sajak jadi klise dan gombal
sampai pekak dan muak!

Tapi jangan berhenti, please, jangan berhenti bernyanyi
Ditengah keliaran kalajengking kalajengking maya
dan alarm meja serta berisik lalu lintas pagi
biar kutemukan kamu...

walau itu berarti ada lagi seribu kalau dan jika
tapi jangan berhenti, please, jangan berhenti menyanyi
biar kutelusuri melodi dalam wangi gerimis tadi
Tunjukkan dirimu, garami luka ini biar pedih tak berperi....
Tunjukkan dirimu, keras dan gaduh, tulikan telinga!
Tunjukkan dirimu, berbisik diam diam dalam senyap hati...

Inginnya, kau tak hilang...








(Selengkapnya, baca pennies from heaven #1)

March 7, 2008

[hampir sebulan]

Lewat jalan itu
Dan bis jam 8 pagi
orangorang ngantri
seperti hilang, aku
di labirin, mecari langitlangit
mendongak. abuabu
akankah kutemukan?

Lewat jalan itu
berharap hati masih ada nanti
untuk telusuri
sambil berdoa tertahan

[Semoga kamu disana
dikerumunan],

Ah, betapa hidup bisa begitu berbeda
[asal tak mati saja]
nanti siang yang nyalang akan mendamparkan kita ke teluk berbeda


Lewat jalan itu
dan hujan pagipagi
hilang ditelan bisu dan antisipasi

dirimu pelanpelan memburam
jadi satu dengan suram



Puisi lama dari buku puisi hijau ini tadinya tak berjudul, judulnya "minjem" dr judul postingan temen saya yg akhir2 ini rajin chat sama saya..pinjem ya Dhi, hehe :D

March 5, 2008

Vampire's note



Entah mengapa kita selalu berjumpa pada akhir senja...

Sore ini, saat langit jadi lembayung dan sepi diam-diam mengoyak pantulan langit pada pasir basah, kau datang padaku. "Kenapa?", tanyaku selalu. "Karena kita berdua hamba malam, sayang", katamu. Kau terlihat lelah, melarikan diri dari nyata dan cinta yang bukan cinta.

Ah iya. Kita berdua kan memang suka sembunyi-sembunyian, berlindung di kelam malam yang menyimpan janji-janji gombal pemuja cinta dan sumpah serapah hati yang patah. Lalu kita akan hanya terdiam, berdiri mematung sendiri-sendiri , termanggu di ngelangut semburat jingga senja di riak ombak lembut yang menyapu kaki. Menunggu matahari terbunuh pelan pelan, berdarah...merah jingga ... Lalu mati dan gelap. Tanpa basa-basi, seperti saat kita jadi berani bergandengan dan melintas malam seperti anak panah beracun.

Kita suka berdansa dan berteriak, meledeki nona nona dan tuan tuan kecil yang minum sendiri saat kita bersulang pada malam dan rahasia-rahasia yang disimpannya. Cahaya redup peri yang berdesing di satu nada jadi memusingkan, dan saat kita terlalu lelah melintasi labirin, kita berbaring di satu padang bintang. berbisik dan berbagi kecupan. mencoba hiraukan detak waktu dan taring kejam kehidupan yang retakkan utopi. "Shh..jangan pikir apa-apa malam ini", ujarmu. "Jangan dengar detak jam itu"...

Biar malam jadi kelambu bagi hati yang ingin tumbuh tapi tak bisa bersemi. Biar cinta jadi sesuatu yang nisbi. Biar memiliki jadi satu konsep yang kita benci. Dan kau mengelus rambutku pelan, hingga aku terpejam dan bermimpi. Mengunci bibirku dengan kecup lembutmu. Menyandarkanku di satu hangat tak terdefinisi di bahumu. Dan aku tenggelam di kejora matamu. Sama-sama berharap hari tak pernah pagi.

"Kita seperti vampir, ya?" , candaku. "Aku benci siang", katamu. "...Karena siang mendamparkan kita di ujung dunia berbeda.."Aku mendesah pelan. Ingin rasanya kutikam dewi Venus yang menculikmu pada pagi dari belakang. Hingga tak cantik bersinar lagi ia, dan kau bisa sembunyi di kelam bersamaku. Kau mulai meracau, ingin membunuh bintang satu persatu, membuatku menangis. Mengapa, tanyaku. Bukankah bintang terangi labirin malam kita?Bukankan bintang gemintang tertawa saat kita bernyanyi, minum dan menari? Bukakah bintang teman malam?

Kau tersenyum pahit."Sayangku yang bodoh...tak sadarkah kau, matahari yang begitu kita benci...hanyalah bintang yang terlalu dekat dan membakar hati"

Dari Reza

No, this poem is not written by me..It's written by my dearest friend Reza, who's currently studying in Japan..He's quite reluctant to show his writing..But For me, this poem is a good one. Just wanna share the joy with all of u guys! (secara...gw ngerasa kaya gini akhir2 ini...hiks :( )

Enjoy!


...dan berlari....

Aku ingin berlari. Rusuk sakit tercuri peri.
Sayap tumbuh mengejang. Menunggu angin, hati perang.
Mata menahan lalu perlahan terpejam. Tanpa cerita
bintang menempuh malam.
Kenangan tertulis di awan. Ditulis dan terhapus
perlahan. Harapan di langit tanpa batas. Diraih
akhirnya hanya terlepas. Kesempatan satu di antara
bintang. Tidak terlihat walau tidak menghilang.
Langkah mulai terangkat...dan berlari....

(Reza Aryaditha)

[explanation]

Coba lihat itu, bulan begitu benderang..

Dejavu membawa mereka ke satu tepian nasib.. mendamparkan seenak perutnya. Ia mengingat luka-luka. sang pria diam, memandang gelap..dan diam-diam meliriknya. Entahlah, kita bertemu di saat yang salah, pikirnya. "Dia tak lagi bersamamu?" Sang pria akhirnya bersuara. Ia menggeleng lemah. Terlalu banyak malam yang ia sia-siakan merindukan pria itu. Memandang ke trotoar dari berandanya, berharap suatu hari ia akan lewat dan mendongak, lalu tersenyum dan melambai seperti dulu, berlatar belakang rembulan yang kontras dengan senyum lebarnya- tapi sang pria tak pernah lewat. Hingga ia akhirnya menemukan pria lain, yang tidak hanya lewat di jalan depan, tapi mengetuk pintunya. Masuk ke rumahnya, mencumbunya pelan dan membuatnya termanggu pada ramai kehidupan yang selalu ia lihat dalam diam dari berandanya - dan menggandengnya keluar, mengajaknya terbuai pada cahaya, menikmati ramai bising jalan dan meneguk saripati hari. Ia tak pernah ke beranda lagi. Hingga ia mabuk dan mencinta hidup, lebih dari ia mencinta pria lain ini...yang dengan senyum dan air mata melepasnya saat ia berkata ia ingin berlayar. ke pulau-pulau jauh, mengabadikan senja dan ombak, berlari kemana angin berdesir. Sampai di tepian satu waktu dimana ia lelah dan sebentar istirah di satu pantai tak bernama. Dan disitu, ia menemukan memori lama. Pada sang pria, yang mengelana mencari dirinya sendiri (dan entah bagaimana tahu tentang pria lain yang dulu mengetuk pintunya dan mengenalkannya pada udara). Ia berbisik pelan, pelan sekali...


"Coba kau sudah melupakanku..

Jadi aku takkan ragu

Coba kau sudah membenciku,

Namun ternyata kau

Seperti dulu,

Masih mencintai angin,

Bergelayut dan bermimpi..

Dan menghirup wangi senja

dan malam yang mulai purnama

Lalu tersenyum padaku

Yang memandang ombak sembari bertanya

Dan salahkan diri"

"Coba kau sudah melupakanku,

Dengan gampangnya mungkin aku akan memelukmu

Dan tak keberatan dengan kecup itu.."

Kenapa kamu belum juga terbang?

Aku selalu tahu kau menyembunyikan sayapmu,
Dan berpura-pura tak punya,
Hingga pada akhirnya kau lupa bahwa takdir ada di angkasa
Dan kau terdiam di tempatmu berpijak kini..

Ingat dulu,
Terus menerus kukatakan,
aku percaya kau akan terbang..
Hingga akhirnya waktuku tiba
melangkah dan menjejak pergi,
Dan melihatmu dari atas sini..
menunggu janji, nanti kau akan kesini
Tapi waktu perlahan pergi, dan janji sukar sekali ditepati..

Tak ingin kehilangan tapi juga tak bisa berlabuh lagi,
karena alam semesta menanti
Kar’na itu, dengarkan aku..
Mungkin angin akan meniup kita ke masa berbeda,
Maka cepatlah terbang, dan setidaknya, kecup dahiku sebentar saja

Dan matari bisa jadi amat terik,
Serta hujan bisa jadi menyebalkan

Maka cepatlah terbang,
dan setidaknya aku tahu udara takkan jadi terlalu sepi

Kenapa kamu belum juga terbang?
Padahal mimpi begitu benderang, sedekat bintang
Satu kepak sayap,
Satu kepak sayap saja..
Dan akan sampai dirimu pada cahaya
Satu kepak sayap,
Satu kepak sayap saja,
Sayap yang sudah kau rajut perlahan dulu,
Dan mungkin kini terlupakan di satu relung, sembunyi..
Padahal kaki tinggal menjejak
Dan sayap akan pasrah pada semesta

Kenapa kamu belum juga terbang?

quarter life crisis

"Aku ingin gaun pengantin
dan mawar putih
dan iringan musik syahdu",
Kata si nona pagi
di satu malam saat kami memandang ombak
dan ruh ruh buih yang berlarian
Ia ingin dibawa pergi,
Si nona pagi

Kata si nona pagi,
Tak apa ia tak harus jadi pagi
kar'na ia bosan membagi ceria
embun saat pertama terbentuk
surya saat pertama tersenyum

"Toh semua orang nantinya pada pergi
terbirit-birit mengejar bis
buru-buru entah mau kemana
mengejar siang - atau mengeluh, kenapa sudah pagi lagi?"


Si nona pagi ingin gaun pengantin, mawar putih dan iringan musik syahdu
dan mungkin dibawa pergi

Dan pada malam
yang menyembunyikan kecup rahasia para kekasih,
aku diam-diam berdoa

Si Tuan pembawa gaun pengantin,mawar putih dan iringan musik syahdu
mau tinggal pada pagi,pada ceria semua yang pertama
Nona pagi, hopefully
tak harus pergi

Ngantuk

" Aku ngantuk"

Kalau ada kamu disini, pasti mataku sudah terpejam dari tadi. Karena kamu pun tahu, di sandarmu damai dan nyenyakku. Pasti kau diam-diam kecup keningku, dan satu bisik selamat malam pelan-pelan mengambang di udara. Dan saat aku setengah bangun, kamu merapalkan satu doa dan berkata, "ayo, kamu berdoa dulu".Lalu memandangku lembut, selembut lampu yang pasti kau redupkan.

"Aku ngantuk"

Kalau ada dirinya disini, saat aku bilang "aku ngantuk"..Ia pasti menyibakkan selimut, dan menggembungkan bantal, dan aku akan istirah di satu hangat tak terdefinisi saat ia matikan lampu, lalu mengelus rambutku dengan jemarinya, dan satu nina bobo membuai ringan. "Selamat tidur..", katanya. Seakan dunia hanya untuk malam ini saja.

Aku ngantuk.
Merindumu.
Merindunya.

Ingin sekali dipeluk...

Theme of Elvira Madigan

"Hey!
Kamu anak kecil itu, kan?
Yang dulu terkagumkagum pada untaianku
dan bagaimana harmoni bisa memikat hati
lebih dari katakata yang jadi bisu"

Aku mengangguk
Saat ia mengalun
menjejak
Tip Toe..perlahan ia datang!
Lalu merayu,
Pelan, terus menderu

Aku mendongak
menyambut uluran tangannya
semerbak denting negri peri
terbang

Kemana?
"Masa lalu", jawabnya

Saat Mozart menciptamu? tanyaku
Ia menggeleng anggun
berjingkat
mendekat
(ah..alunan nada suarasuara)

"Aku tak diciptakan,
Lahir melaluinya..sang wajah kanakkanak berbola mata semesta itu.
Tapi bukan darinya"

Lalu kemana, gumamku

"Ke dirimu, saat anak kecil berumur 13 tahun itu
menerima kaset tua mozart pertamanya

Saat pertama, kau saksikan ruh dan nada bercumbu"

Un Giorno

Un Giorno..

Apa semua memang tak bisa sama
hanya jiwajiwa lelah
ingin istirah

Mengapa harus berubah?
tak butuh sejuta perisai
alasan.
alasan lagi

Kalau aku,
hanya ingin rengkuh kamu
diam di teduh
tak pikir.

hitung bintang
tanpa cari jawaban
ataupun mereka

dimana kita, tak berkata

Haya satu waktu saja

Un Giorno
Per Noi...

Swimming Chronicle

Si nona kecil suka kolam biru
dan saat ia menghidu wangi
ceburkan diri, splash!
berenang dan tertawa

Si nona kecil suka menyelam sendiri
menulikan telinganya sesaat
dengar! Gemericik air
dan suarasuara kalbu melintas mengalir
membutakan matanya sejenak
hanya biru, msabodo carut marut warna nyata
kilasan mimpi, memori dan nurani , mari menjelma!

Si nona kecil suka mengambang sendiri
Lihat, matari!
awanawan kumulus berarak pasti
dunia berputar udara terhela
purapura matirasa,
biar, disini jam pasir berhenti berdesir
sejenak
ingin sendiri pada tenang

Si nona kecil suka kolam biru
ia sering mimpi jadi putri duyung
dan purapuranya, cari cinta
meluncur ke dalam
menggoda lantai besar si kolam biru
menghitung satusatu udara yang tersisa
lalu melesak ia, ke atas
Siapa tahu,
si Pangeran tampan
menanti di tepi kolam biru

[beginning]

Mau memberitahumu,
Malam ini aku mulai lagi bercanda
Dengan pena jingga yang tak sengaja
kau tinggalkan di sudut kamar, dulu

malam ini aku mengetuk pintu kata-kata
merayunya, biar ia mengintip keluar sebentar
mengajaknya ngopi
(atau segelas champagne, kalau ia mau)
Lalu mungkin nanti ia berbaik hati
Pinjamkan wujudnya di sesosok puisi

malam ini, buku sketsa lama
(yang mestinya bercinta dengan lembut grafit dan krayon)
masih setia,
menggandeng tanganku dan tersenyum pelan
" walau tak kau janjikan rima berwarna,
ayo bermimpi sama sama malam ini", katanya

Aku. Pena Jingga. Buku Sketsa
Dan kata-kata(yang melenggang seiring lantunan jazz di kamarku)

Mau memberi tahu mu
(Nampaknya, kami akan senang-senang malam ini....)