My blog has moved!

You should be automatically redirected in 6 seconds. If not, visit
http://balonwarnawarni.wordpress.com
and update your bookmarks.

expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

March 31, 2008

an afternoon with little miss sunshine

melangkah ringan..
si gadis kecil kuncir kepang
berpita merah muda
melompat lompat
menapak, menengok
mendengar dehem cemara
yang mengangguk angguk saat ia sapa
hmm hmm..

menari dan berdansa,
di satu padang langit orange-ungu-biru
na na..
menantang dunia lantang terbuka:
bukankah harusnya kamu gembira?
bukankah rona jingga akan membuatmu terpana?
si gadis kecil kuncir kepang
berpita merah muda
tak berlalu

menghentikan langkah cepatnya, hup!
mendekati sendu perdu yang berdendang sedih
tersenyum lebar ia, seperti bunga matahari
melelehkan sisa sisa musim salju di hati
hum..humm..tapi aku terlalu sedih hati
bukan bukan, itu na na na, ralatnya
bergumam pelan lalu nyanyi
du du du...
hidup telalu singkat untuk sendu duka
ia mengecup kelopak bunga liar,
seperti kupu kupu yang enggan terbang


melangkah lagi, ringan dan hampir terbang
gadis kecil berkuncir kepang
pita merah muda..
menghilang di satu senja

March 29, 2008

Pada sebuah pagi

:


Jengah!
Kupikir kau akan berbeda
tak secengeng mereka,
menguntitku diam diam
menodongkan pisau ke nadi
menuding,
menyekat dunia
pertanyakan siangku

hey, aku hanya ingin malam!
dan semua yang diberikannya
(termasuk remang lampu
dan harum nafasmu)

Pongah!
Kukira kau juga
hanya memuja rembulan, dan misterius langit
asap mengepul, wangi cherry dan aksara yang tertawa
mengecup dan mengecap rasa tanpa perlu terbawa
tak ngelangut di satu jalin sempit
tak tersesat disatu labirin bodoh berlabel cinta
(seperti mereka yang menguntit, sembunyi, berlari dan mencariku disana)

Harusnya kau tak seperti mereka, kan?

Gerah!
Cuma bikin muak saja
sejenak memang pernah ada euphoria
karena tak terpungkiri, rasa datang dan pergi
tapi bukan janji janji konyol yang mengikat
akui saja, kita menari dan bercinta
sekelabat seperti senja
menyelami hidup (yang katamu mau kaunikmati)
itu, dan hanya itu
malam, dan hanya kelam
peluk, tak ada yang muluk

Lalu kenapa kini kau mau usik siang?

Harusnya aku tak resah
tapi kau jadi cengeng
tapi kau jadi minta asa
padahal semu, nisbi yang pasti

Katamu kau takpapa
aku pergi,
karena ini pagi.





cuando tu te vayas, tu tend
ras las agallas de decir, yo no te amo como ayer...*
[when you go, will you have the guts to say, i don't love you like i did yesterday ?]





*Inspired by a friend's YM status.

March 28, 2008

[The Shooting Star]



Aku terkadang terdiam menatap bima sakti dari jendelaku. Berharap melebur dengan kerlip. Iri pada cahaya. Jiwa kecil, disindir jutaan terang yang membius. Dan kincir nasib kejam yang seakan tak ada, jadi semu dan waktu bisu. Aku terkadang terdiam, menatap bima sakti dari jendelaku. Berharap melebur dengan kerlip, berharap pada karma, aku jadi satu debu bintang..lebur di sunyi agung sinaran, diam diam mencuri kerling pada sang supernova dan berhenti di kuburan bintang mati.

Dan sang nasib kali ini berbaik hati, padaku yang diledek malam dan ditertawakan kunang-kunang.

[blast! Ia lewat berkelabat!]
[bintang jatuh, ucapkan inginmu!]

(Bagaimana bila...aku tak ingin apa-apa kecuali bintang jatuh itu? )

bisik harap...rapal doa pelan pelan

Dan kerlip menjelma
tepat didepanku...
tanpa memberi tahu.

Dan ia cahaya
Dan ia ada, (Padahal kukira ia cuma dongeng belaka)
Mengecupku lembut,
memeluk hangat di satu buai sinaran
Menyentuh lembut, selembut rahasia

Dan ia berbaring disampingku,
menggambar padang bintang di langit langit kamar
lalu tertawa,
dan mencumbuku di satu sunyi
tak terdefinisi
Ia:

Dan ia bernyanyi
Irama yang tak didengar,lirik yang sesumbar
Andai ia tahu inginnya kucuri nada
Ngelangut di hangat sinar matanya, di lembut bibirnya

Inginnya kututup kelambu,
segel waktu
biar gelap, hanya ia yang menyinari
biar tak ada esok, cahaya bintang tak terganti mentari
bintang jatuh tak harus pergi

Tapi ia cahaya,
berkelabat masuk,
mencuri jiwa
lalu pergi seenaknya...

Dan ia cahaya....
Tak terepih...

Dan ia cahaya,
harap yang dikabulkan...

Bintang jatuh
melesat cepat
tak singgah lama di bumi
tapi ia cahaya,
jejaknya sengat, bakar hati
lalu hilang
dan gelap lagi

Katanya,
Kenang setiap detik terang
ia mutiara, simpan di peti harta karun kecilmu
yang kau intip diam diam saat gelap meyerbu
dan kau lupa seperti apa hangat lembut cahaya
yang mengecup kening saat lelah menyerang

Ia, cahaya...
Bintang jatuh
hilang
pulang

Aku (masih) terkadang terdiam menatap bima sakti dari jendelaku..Berharap jalinan ulir takdir meleburku dengan kerlip. .seperti yang diam diam masih kusimpan erat di kotak rahasia sudut mati jiwa..



(Agar tak cuma ia yang cahaya...)

March 26, 2008

[mr.trapesium]

Kemarin
aku menggenggam tangannya
dan masih sama,
aku mulai bercerita

tentang kunang kunang yang cahayanya meredup
dan enggan terbang
tahu kalau sinar kecil tak cukup terangi malam

tentang melintasi hutan
wangi yang tak dikenal
dan liarnya belukar, serta lusuh hijau biru hidup

tentang pisau, sayap yang terpanah
kaki yang mulai pincang
dan buram baur pandangan
tangan yang tak lagi menggapai
tubuh terdiam malas, menanti ruh

tentang dunia sihir yang tak nada lagi
dan kastil peri runtuh
kunci kunci gerbang yang ditinggalkan
berserakan

Kemarin
aku menggenggam tangannya
dan masih sama,
aku menggenggam tangannya, lama
berbisik senyap,

pinjamkan aku kekuatanmu, sedikit saja...

Kemarin
aku menggenggam tangannya
dan melihatnya tersenyum samar
sesamar lilin redup
yang menghangatkan gubuk kecil saat badai
dan ia ikut-ikut berbisik

kamu kuat, peri kecil..
tanpa perlu sedikit sihir

kemarin,
aku menggenggam tangannya
dan tersihir

March 14, 2008

[untuk ".."]

tik tok
menunggu mengetuk pintu
tak sabar, tik tok
bertopang dagu

detak detik menyebalkan
waktu jadi gagu
tik tok
tapi, kan kita tak bisu
tak sadar juga...

mengerling, bosan
hati
mestinya dikatakan
tapi..?

tik tok

nada denting dawai gitar pun jadi jemu
lamat lamat melambat
suara menjelma semu
malam terlalu singkat

tik tok...

March 11, 2008

[From A Midnight Movie]

"Good Sir..
I heard you're a poet..
A poet of no word..? "

Ah, Mata yang bersinar
dan terkesima, menahan nafas

Bagaimana bisa kukatakan padamu,
aku memilih bercerai dengan irama
dan membunuh rima

Saat mereka mencuri kertas dan penaku
dan membuang fantasi dengan piksel maya
memaksaku mengendarai sinyal nol satu
bersliweran memusingkan
berkedip cepat, bergemeletuk seperti tuk tuk

Dari la-la land
Para aktor datang, seiring imaji menjelang
tanya, dimana drama nya!
Aku menunjuk pedih ke satu kotak kaca
(dan tak brani bicara : pun tak brani jatuh cinta)

Orang orang tak dikenal , mata-mata nyalang pandangi
racau mereka, kacau mereka, pamer mereka
tapi aku ingin kerahasiaan di satu buku puisi tua
yang bangga duduk menanti
bukannya menghitung angka angka
atau torehkan nama
(ah, mereka membeli jiwaku untuk itu)
menatap, siapa saja
tak tahu beda plum dan buah ceri
tak pernah..benar benar menyesap udara
memandang ke satu layar bisu tak bernama

Ah, mata yang bersinar,
di hijaunya hutan rimba puisi
Untuk satu kesima itu,
tapi maaf, aku bukan lagi pujangga

"Good Sir..
I heard you're a poet..
A poet of no word..? "

March 10, 2008

On Pennies from Heaven

Baruna mencintai Seruni. Walau itu berarti tersakiti. Walau itu berarti ia menjadi orang paling pandir se jagad raya. Walau itu berarti dimaki. Baruna ingin mendengar suara seruni, sedetik saja. Walau nanti telinganya berdarah darah lagi




Kalau mencintai berarti tersakiti..
biarkan aku membunuh diri
hingga tumpul semua rasa
dan hilang raga
tinggal jiwa - yang termanggu tanpa asa, hanya cinta.

Kalau mencintai berarti kau maki
biarkan aku merendah diri,
sini, kemarikan pisaumu!
bisa kusayat sendiri nadi
jika merahnya bisa
tetesi indah bibirmu yang mekar dalam senyum

Biar denting gitar jadi memekakan telinga
dan lagu lagu cinta menua
sajak jadi klise dan gombal
sampai pekak dan muak!

Tapi jangan berhenti, please, jangan berhenti bernyanyi
Ditengah keliaran kalajengking kalajengking maya
dan alarm meja serta berisik lalu lintas pagi
biar kutemukan kamu...

walau itu berarti ada lagi seribu kalau dan jika
tapi jangan berhenti, please, jangan berhenti menyanyi
biar kutelusuri melodi dalam wangi gerimis tadi
Tunjukkan dirimu, garami luka ini biar pedih tak berperi....
Tunjukkan dirimu, keras dan gaduh, tulikan telinga!
Tunjukkan dirimu, berbisik diam diam dalam senyap hati...

Inginnya, kau tak hilang...








(Selengkapnya, baca pennies from heaven #1)

March 7, 2008

[hampir sebulan]

Lewat jalan itu
Dan bis jam 8 pagi
orangorang ngantri
seperti hilang, aku
di labirin, mecari langitlangit
mendongak. abuabu
akankah kutemukan?

Lewat jalan itu
berharap hati masih ada nanti
untuk telusuri
sambil berdoa tertahan

[Semoga kamu disana
dikerumunan],

Ah, betapa hidup bisa begitu berbeda
[asal tak mati saja]
nanti siang yang nyalang akan mendamparkan kita ke teluk berbeda


Lewat jalan itu
dan hujan pagipagi
hilang ditelan bisu dan antisipasi

dirimu pelanpelan memburam
jadi satu dengan suram



Puisi lama dari buku puisi hijau ini tadinya tak berjudul, judulnya "minjem" dr judul postingan temen saya yg akhir2 ini rajin chat sama saya..pinjem ya Dhi, hehe :D

March 5, 2008

Vampire's note



Entah mengapa kita selalu berjumpa pada akhir senja...

Sore ini, saat langit jadi lembayung dan sepi diam-diam mengoyak pantulan langit pada pasir basah, kau datang padaku. "Kenapa?", tanyaku selalu. "Karena kita berdua hamba malam, sayang", katamu. Kau terlihat lelah, melarikan diri dari nyata dan cinta yang bukan cinta.

Ah iya. Kita berdua kan memang suka sembunyi-sembunyian, berlindung di kelam malam yang menyimpan janji-janji gombal pemuja cinta dan sumpah serapah hati yang patah. Lalu kita akan hanya terdiam, berdiri mematung sendiri-sendiri , termanggu di ngelangut semburat jingga senja di riak ombak lembut yang menyapu kaki. Menunggu matahari terbunuh pelan pelan, berdarah...merah jingga ... Lalu mati dan gelap. Tanpa basa-basi, seperti saat kita jadi berani bergandengan dan melintas malam seperti anak panah beracun.

Kita suka berdansa dan berteriak, meledeki nona nona dan tuan tuan kecil yang minum sendiri saat kita bersulang pada malam dan rahasia-rahasia yang disimpannya. Cahaya redup peri yang berdesing di satu nada jadi memusingkan, dan saat kita terlalu lelah melintasi labirin, kita berbaring di satu padang bintang. berbisik dan berbagi kecupan. mencoba hiraukan detak waktu dan taring kejam kehidupan yang retakkan utopi. "Shh..jangan pikir apa-apa malam ini", ujarmu. "Jangan dengar detak jam itu"...

Biar malam jadi kelambu bagi hati yang ingin tumbuh tapi tak bisa bersemi. Biar cinta jadi sesuatu yang nisbi. Biar memiliki jadi satu konsep yang kita benci. Dan kau mengelus rambutku pelan, hingga aku terpejam dan bermimpi. Mengunci bibirku dengan kecup lembutmu. Menyandarkanku di satu hangat tak terdefinisi di bahumu. Dan aku tenggelam di kejora matamu. Sama-sama berharap hari tak pernah pagi.

"Kita seperti vampir, ya?" , candaku. "Aku benci siang", katamu. "...Karena siang mendamparkan kita di ujung dunia berbeda.."Aku mendesah pelan. Ingin rasanya kutikam dewi Venus yang menculikmu pada pagi dari belakang. Hingga tak cantik bersinar lagi ia, dan kau bisa sembunyi di kelam bersamaku. Kau mulai meracau, ingin membunuh bintang satu persatu, membuatku menangis. Mengapa, tanyaku. Bukankah bintang terangi labirin malam kita?Bukankan bintang gemintang tertawa saat kita bernyanyi, minum dan menari? Bukakah bintang teman malam?

Kau tersenyum pahit."Sayangku yang bodoh...tak sadarkah kau, matahari yang begitu kita benci...hanyalah bintang yang terlalu dekat dan membakar hati"

Dari Reza

No, this poem is not written by me..It's written by my dearest friend Reza, who's currently studying in Japan..He's quite reluctant to show his writing..But For me, this poem is a good one. Just wanna share the joy with all of u guys! (secara...gw ngerasa kaya gini akhir2 ini...hiks :( )

Enjoy!


...dan berlari....

Aku ingin berlari. Rusuk sakit tercuri peri.
Sayap tumbuh mengejang. Menunggu angin, hati perang.
Mata menahan lalu perlahan terpejam. Tanpa cerita
bintang menempuh malam.
Kenangan tertulis di awan. Ditulis dan terhapus
perlahan. Harapan di langit tanpa batas. Diraih
akhirnya hanya terlepas. Kesempatan satu di antara
bintang. Tidak terlihat walau tidak menghilang.
Langkah mulai terangkat...dan berlari....

(Reza Aryaditha)

[explanation]

Coba lihat itu, bulan begitu benderang..

Dejavu membawa mereka ke satu tepian nasib.. mendamparkan seenak perutnya. Ia mengingat luka-luka. sang pria diam, memandang gelap..dan diam-diam meliriknya. Entahlah, kita bertemu di saat yang salah, pikirnya. "Dia tak lagi bersamamu?" Sang pria akhirnya bersuara. Ia menggeleng lemah. Terlalu banyak malam yang ia sia-siakan merindukan pria itu. Memandang ke trotoar dari berandanya, berharap suatu hari ia akan lewat dan mendongak, lalu tersenyum dan melambai seperti dulu, berlatar belakang rembulan yang kontras dengan senyum lebarnya- tapi sang pria tak pernah lewat. Hingga ia akhirnya menemukan pria lain, yang tidak hanya lewat di jalan depan, tapi mengetuk pintunya. Masuk ke rumahnya, mencumbunya pelan dan membuatnya termanggu pada ramai kehidupan yang selalu ia lihat dalam diam dari berandanya - dan menggandengnya keluar, mengajaknya terbuai pada cahaya, menikmati ramai bising jalan dan meneguk saripati hari. Ia tak pernah ke beranda lagi. Hingga ia mabuk dan mencinta hidup, lebih dari ia mencinta pria lain ini...yang dengan senyum dan air mata melepasnya saat ia berkata ia ingin berlayar. ke pulau-pulau jauh, mengabadikan senja dan ombak, berlari kemana angin berdesir. Sampai di tepian satu waktu dimana ia lelah dan sebentar istirah di satu pantai tak bernama. Dan disitu, ia menemukan memori lama. Pada sang pria, yang mengelana mencari dirinya sendiri (dan entah bagaimana tahu tentang pria lain yang dulu mengetuk pintunya dan mengenalkannya pada udara). Ia berbisik pelan, pelan sekali...


"Coba kau sudah melupakanku..

Jadi aku takkan ragu

Coba kau sudah membenciku,

Namun ternyata kau

Seperti dulu,

Masih mencintai angin,

Bergelayut dan bermimpi..

Dan menghirup wangi senja

dan malam yang mulai purnama

Lalu tersenyum padaku

Yang memandang ombak sembari bertanya

Dan salahkan diri"

"Coba kau sudah melupakanku,

Dengan gampangnya mungkin aku akan memelukmu

Dan tak keberatan dengan kecup itu.."

Kenapa kamu belum juga terbang?

Aku selalu tahu kau menyembunyikan sayapmu,
Dan berpura-pura tak punya,
Hingga pada akhirnya kau lupa bahwa takdir ada di angkasa
Dan kau terdiam di tempatmu berpijak kini..

Ingat dulu,
Terus menerus kukatakan,
aku percaya kau akan terbang..
Hingga akhirnya waktuku tiba
melangkah dan menjejak pergi,
Dan melihatmu dari atas sini..
menunggu janji, nanti kau akan kesini
Tapi waktu perlahan pergi, dan janji sukar sekali ditepati..

Tak ingin kehilangan tapi juga tak bisa berlabuh lagi,
karena alam semesta menanti
Kar’na itu, dengarkan aku..
Mungkin angin akan meniup kita ke masa berbeda,
Maka cepatlah terbang, dan setidaknya, kecup dahiku sebentar saja

Dan matari bisa jadi amat terik,
Serta hujan bisa jadi menyebalkan

Maka cepatlah terbang,
dan setidaknya aku tahu udara takkan jadi terlalu sepi

Kenapa kamu belum juga terbang?
Padahal mimpi begitu benderang, sedekat bintang
Satu kepak sayap,
Satu kepak sayap saja..
Dan akan sampai dirimu pada cahaya
Satu kepak sayap,
Satu kepak sayap saja,
Sayap yang sudah kau rajut perlahan dulu,
Dan mungkin kini terlupakan di satu relung, sembunyi..
Padahal kaki tinggal menjejak
Dan sayap akan pasrah pada semesta

Kenapa kamu belum juga terbang?

quarter life crisis

"Aku ingin gaun pengantin
dan mawar putih
dan iringan musik syahdu",
Kata si nona pagi
di satu malam saat kami memandang ombak
dan ruh ruh buih yang berlarian
Ia ingin dibawa pergi,
Si nona pagi

Kata si nona pagi,
Tak apa ia tak harus jadi pagi
kar'na ia bosan membagi ceria
embun saat pertama terbentuk
surya saat pertama tersenyum

"Toh semua orang nantinya pada pergi
terbirit-birit mengejar bis
buru-buru entah mau kemana
mengejar siang - atau mengeluh, kenapa sudah pagi lagi?"


Si nona pagi ingin gaun pengantin, mawar putih dan iringan musik syahdu
dan mungkin dibawa pergi

Dan pada malam
yang menyembunyikan kecup rahasia para kekasih,
aku diam-diam berdoa

Si Tuan pembawa gaun pengantin,mawar putih dan iringan musik syahdu
mau tinggal pada pagi,pada ceria semua yang pertama
Nona pagi, hopefully
tak harus pergi

Ngantuk

" Aku ngantuk"

Kalau ada kamu disini, pasti mataku sudah terpejam dari tadi. Karena kamu pun tahu, di sandarmu damai dan nyenyakku. Pasti kau diam-diam kecup keningku, dan satu bisik selamat malam pelan-pelan mengambang di udara. Dan saat aku setengah bangun, kamu merapalkan satu doa dan berkata, "ayo, kamu berdoa dulu".Lalu memandangku lembut, selembut lampu yang pasti kau redupkan.

"Aku ngantuk"

Kalau ada dirinya disini, saat aku bilang "aku ngantuk"..Ia pasti menyibakkan selimut, dan menggembungkan bantal, dan aku akan istirah di satu hangat tak terdefinisi saat ia matikan lampu, lalu mengelus rambutku dengan jemarinya, dan satu nina bobo membuai ringan. "Selamat tidur..", katanya. Seakan dunia hanya untuk malam ini saja.

Aku ngantuk.
Merindumu.
Merindunya.

Ingin sekali dipeluk...

Theme of Elvira Madigan

"Hey!
Kamu anak kecil itu, kan?
Yang dulu terkagumkagum pada untaianku
dan bagaimana harmoni bisa memikat hati
lebih dari katakata yang jadi bisu"

Aku mengangguk
Saat ia mengalun
menjejak
Tip Toe..perlahan ia datang!
Lalu merayu,
Pelan, terus menderu

Aku mendongak
menyambut uluran tangannya
semerbak denting negri peri
terbang

Kemana?
"Masa lalu", jawabnya

Saat Mozart menciptamu? tanyaku
Ia menggeleng anggun
berjingkat
mendekat
(ah..alunan nada suarasuara)

"Aku tak diciptakan,
Lahir melaluinya..sang wajah kanakkanak berbola mata semesta itu.
Tapi bukan darinya"

Lalu kemana, gumamku

"Ke dirimu, saat anak kecil berumur 13 tahun itu
menerima kaset tua mozart pertamanya

Saat pertama, kau saksikan ruh dan nada bercumbu"

Un Giorno

Un Giorno..

Apa semua memang tak bisa sama
hanya jiwajiwa lelah
ingin istirah

Mengapa harus berubah?
tak butuh sejuta perisai
alasan.
alasan lagi

Kalau aku,
hanya ingin rengkuh kamu
diam di teduh
tak pikir.

hitung bintang
tanpa cari jawaban
ataupun mereka

dimana kita, tak berkata

Haya satu waktu saja

Un Giorno
Per Noi...

Swimming Chronicle

Si nona kecil suka kolam biru
dan saat ia menghidu wangi
ceburkan diri, splash!
berenang dan tertawa

Si nona kecil suka menyelam sendiri
menulikan telinganya sesaat
dengar! Gemericik air
dan suarasuara kalbu melintas mengalir
membutakan matanya sejenak
hanya biru, msabodo carut marut warna nyata
kilasan mimpi, memori dan nurani , mari menjelma!

Si nona kecil suka mengambang sendiri
Lihat, matari!
awanawan kumulus berarak pasti
dunia berputar udara terhela
purapura matirasa,
biar, disini jam pasir berhenti berdesir
sejenak
ingin sendiri pada tenang

Si nona kecil suka kolam biru
ia sering mimpi jadi putri duyung
dan purapuranya, cari cinta
meluncur ke dalam
menggoda lantai besar si kolam biru
menghitung satusatu udara yang tersisa
lalu melesak ia, ke atas
Siapa tahu,
si Pangeran tampan
menanti di tepi kolam biru

[beginning]

Mau memberitahumu,
Malam ini aku mulai lagi bercanda
Dengan pena jingga yang tak sengaja
kau tinggalkan di sudut kamar, dulu

malam ini aku mengetuk pintu kata-kata
merayunya, biar ia mengintip keluar sebentar
mengajaknya ngopi
(atau segelas champagne, kalau ia mau)
Lalu mungkin nanti ia berbaik hati
Pinjamkan wujudnya di sesosok puisi

malam ini, buku sketsa lama
(yang mestinya bercinta dengan lembut grafit dan krayon)
masih setia,
menggandeng tanganku dan tersenyum pelan
" walau tak kau janjikan rima berwarna,
ayo bermimpi sama sama malam ini", katanya

Aku. Pena Jingga. Buku Sketsa
Dan kata-kata(yang melenggang seiring lantunan jazz di kamarku)

Mau memberi tahu mu
(Nampaknya, kami akan senang-senang malam ini....)