My blog has moved!

You should be automatically redirected in 6 seconds. If not, visit
http://balonwarnawarni.wordpress.com
and update your bookmarks.

expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

April 15, 2008

NightFlight

Aku memanggilnya ke loteng apartemen. Malam masih nyalang, dan bintang masih terang. Ia datang, mukanya masih sembab. Aku tak tahu dan tak mahu tahu. Aku harus bilang sesuatu.

"Aku mau pergi"
Ia diam. Kurasa ia sudah tahu.
"Mengejar mimpi"
Ia masih diam. Aku lelah menjadi pusat dunianya. Aku lelah dengan menyerahnya. Aku lelah menjadi mimpinya.

"Aku hanya ingin membuktikan diri"
Ia tepekur. Mukanya pucat.. Apa mungkin semua cerita peri-pangeran-dan-putri pasti berakhir bahagia? Ia tahu, di kisahnya sang putri mungkin malah melarikan diri saat keajaiban terjadi.

"Boleh aku pegang tanganmu?", pintanya
Aku tergelak pelan. Ia tak berubah, bertahun-tahun mengenalnya. Aku memegang tangannya pelan.

"Ini bukan tentangmu. Aku hanya ingin mengenal diriku"

Ia terdiam. Menunduk, meremas tanganku, seakan itu bisa memaku sayapku di bumi. Tapi kali ini, aku ingin terbang sendiri. Setelah bertahun-tahun bersama cahaya, kali ini aku ingin terbang sendiri malam hari.

"Kadang cahaya membutakan, sayang. Dan aku jadi pusing, dan semua jadi baur, tak jelas. Udara jadi terlalu ringan. Aku butuh diriku, untuk menjadi pusat duniaku sendiri, bukan hanya pusat duniamu. Aku jadi bingung sendiri, dan bukankah semua jadi lebih jelas saat aku mengambil jarak?"

Ia meneguk segelas wine ditangannya, dan menghabiskannya. Seakan gelembung gelembung manisnya bisa membunuh sakit yang kini tertera jelas di wajahnya yang menahan luka.

Aku mengembangkan sayapku. Ia masih memegang tanganku erat, seakan jika ia melepasnya ia kehilangan semua nyawanya. Rembulan menyinari matanya yang setengah basah.

"Aku mencintaimu"

Aku tersenyum kecut. Kita sama-sama tahu bahwa cinta saja tak pernah cukup. Ia tahu mencintai Nawangwulan adalah sebuah kesalahan. Aku tahu bahwa pada akhirnya sayap akan menuntut takdirnya, bahwa bumi masih terlalu menakutkan. Aku mencium keningnya. Seperti anak-anak kecil yang berlarian di taman, bergandeng tangan dan mengalungkan bunga, membentuknya jadi cincin, berbagi dunia rahasia yang hanya milik berdua. Tapi toh saat malam tiba, kita harus pulang, kan?

"Sampai bertemu besok pagi"

Aku mengernyit. Ia begitu yakin pagi akan memanggilku kembali. Apalah. terserah.

"Aku pergi..maaf"

No comments: