My blog has moved!

You should be automatically redirected in 6 seconds. If not, visit
http://balonwarnawarni.wordpress.com
and update your bookmarks.

expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

April 6, 2010

Morning Rain - Fragment

Saat hujan pagi :

lihat sang gadis kecil mengganti pusat semestanya!
tapi ia berhenti menangis, bukan?
dan ia mulai menenun berjuta cahaya pada lagu,
dan bernyanyi walau gerimis..

Lihat sang gadis kecil kala ia bukan lagi berevolusi pada dirinya
membagi hati, mengirisnya pelan dan menorehkan sayap separuhnya
atau itu bayang sempurna narcissus yang bercermin pada tirta?

Lihat sang gadis kecil, ah ia masih saja tak bisa berhenti berandai dan membaca pertanda..
Tapi kini ia tak sendiri, menapak mimpi seiring melihat, meski kadang menanti cemas..
Ia mengaitkan gravitasi dunianya, pada satu sosok yang datang dengan sederhana..
Ia menyulurkan nadinya, pada satu sosok yang tak membolehkan mimpinya dirampas...

Lihat sang gadis kecil jadi melankoli, saat hujan pagi..

Being Tired..

Dan gundah. Adakah kau yang mau kau tunggangi semua sinyal digital hanya untuk membelai tulang pipiku lalu mengecupku pelan? Berkata selamat pagi, mari kita menenun mimpi. Karena saat ini siang adalah tempat sembunyi, sesunyi kecupan kecupan yang diditipkan lewat gelombang suara, atau adakah sinar mentari masih membuat kita menyadari kita berevolusi di satu tata surya yang sama?

[Ah kau selalu tau di relung mana harus menyeka airmataku, di kelabu mana harus meneduhkan kala terikku mengaduh, di terjal mana aku melelah dan beban memberat..]

Tapi takkan lama, katamu, karena waktu berlalu saat kau selalu menggenggamku di dua keping telapak tanganmu yang siap mengganti kelam jadi terang.Dan lagi lagi aku tahu sampai nanti aku takkan sendiri. Ah aku harus berhenti bertanya, karena gulana hanya membawa bencana bukan? Ah aku harus berhenti gelisah, karena hanya menyendukan kisah. Lagi lagi hingga semua mengabu kau tak pernah terlalu lelah untuk mengaitku dalam satu yakin: kau ada dan selalu ada. Seribu lelah ini takkan lama, seribu resah ini nanti akan sirna. Ssst, jangan bertanya, sudah, lirik saja kembali kesuatu ketika, dimana dulu kita berdua bersimpuh pada doa, hanya agar dua separuh bisa mengutuh...

April 3, 2010

I dream of..

....Kau yang merentangkan peluk untuk tiap lelah yang tertera dan bahu hangatmu yang ada untuk tiap dera. Tawa yang menggema dan harmoni hati yang bernyanyi saat dua jiwa bercengkerama. Mentari yang terbit lalu tenggelam dan tautan tangan yang selalu tergenggam...


Aku letih. Bawa aku pergi.

Ayo, kita pulang. Di satu relung dimana kita bangun bersampingan pada kecup surya lalu berjalan pada riuh siang hingga menemukan titik untuk melihat senja sembari menyeruput teh hangat dan bersendau lalu pada malam kita berdansa hingga lelah memaksa kita bermimpi dan terlelap...


Rain

Pedih membadai di kepalaku, entah mengapa satu percik impulse menguap membentuk awan dan jadi hujan. Tapi seperti halnya siklus tirta, takkan lama hujan mengalir dan kala sapamu ada, kala adamu nyata, hujan merinai ke sungai, yang mencinta mendamba tanpa surut, yang mengalir memberi..

Terjalin terunut kita ke urat nadi rasa, dimana akan selalu kau temukan aku dan kutemukan kamu, terjalin terunut terengkuh dalam simpuh. Dan kolase rasa: cinta senang sedih pedih lelah gembira benci ingin keluh kesah membuncah..dan kita akan selalu bisa pulang ke rumah..

Rintik menitik di jendela pagi yang menyapa, adakah kau masih lelap diujung dahan sana? Menggelayut kantuk di mataku, ah pagi memang menutup hari. Semoga bayu bertiup sejukkan nurani, hantarkan kecup untuk belahan hati..

Can't smile without you

[karena kamu - sang rembulan yang terbit di setiap malam dan menaungi kalbu dari sejuta mimpi buruk meresahkan...]

Ah. kau yang menapak datang pelan ke kehidupanku. Dan siapakah yang akan percaya aku menemukan refleksi sempurna pada jiwamu? Dan kita yang saling tertarik tanpa tahu mengapa.
Dan kau yang menyinari tanpa berhenti. Dan kau yang ada tanpa bertanya. Dan kau yang merasa...

Tahukan kau berapa purnama aku berdoa untuk adamu? Untuk senyummu? Untuk peluk hangatmu?

Separuh sayap ini mungkin pernah patah. Separuh sayapmu juga mungkin dulu lelah. Tapi kini lihatlah, dua separuh kini merengkuh. Dan Angkasa yang dulu kita kira tak ternyana tapi lihat, kini kita tertatih bersama, terbang ke ujung dunia..

Ah, kau yang merentangkan lenganmu lebar lebar dan membersitkan senyum kala datang belahan jiwa..

Ah kau, yang membuat pilu saat jarak harus direka..

Ah kau, yang masih saja membangkitkan bahagia di tiap nada, jauh dari sana...