Ia bintang benderang, dan seperti halnya bintang yang hidup dari fusi, ia membakar hatinya untuk bercahaya bagi semesta, bukan untuk membuktikan diri seperti shinta. Ia tidak keberatan dengan itu. Ia tahu martir adalah takdirnya. Ia bukan putri kastil tinggi di bukit bulan yang hatinya serapuh kristal. Ia juga bukan ksatria pengembara yang bernafas dari angin dan menghancurkan dosa seperti tornado melahap bumi. Ia hanya memiliki satu hati yang siap bereaksi fusi - membakar diri dan benderang. Meskipun itu berarti tersakiti, tapi ia tahu sinar yang terbagi tak pernah mati.
Lintang bukan cuma bintang. Ia punya hati semesta. Masalahnya,hati semesta berarti merasa semua. Ia tertusuk dan jadi redup tiap kali seorang putri patah hati. Ia tertusuk dan meredup di tiap kesakitan dan resah gadis gadis desa yang disakiti. Cahaya nya adalah mozaik kaca pantulan rasa tiap sesuatu yang merasa dan wanita. Ia kaleidoskop besar pemantul semua.
Lintang suatu hari jatuh cinta pada pengembara yang punya sejuta cerita tentang para putri, badut, pengejar cinta hingga naga. Sang pengembara telah menorehkan jejak kakinya dimana mana. Dan pengembara terpesona pada lembut cahayanya. Tapi pengembara pernah menautkan sejumput hati di menara venus, juga di hati banyak gadis yang menunggu dengan tak sabar di kaki langit tempat cakrawala mencumbui bumi. Dan sejuta perih cemburu sakit patah hati gores ngilu meredupkan benderang lintang. Dan ia tahu sang pengembara hanya tertarik pada pancaran terang.
Maka ia menghabisi hatinya sendiri. Membakarnya lamat lamat karena tak kuat - di tiap airmata putri patah hati yang disakiti pengembara itu, Lintang ikut menangis. Tapi ia juga meredam cinta yang membuncah - lalu harus apa?
Maka ia menghabisi dirinya sendiri.. di satu ledakan energi berselimut putih abadi, ia ruah semua sakit dan cinta - yang hadir bersama. Ia menghablur.
Lintang dikutuk...
No comments:
Post a Comment