Hingar bingar letupan tawa dan wangi kepul hidup sudah selesai, dan aku berjalan lunglai. Ini malam ketiga mengusir bayangan dan hanya memenuhi kepala dengan wangi samudra dan koral serta bersendau dengan warna warni ikan, lalu menghabiskan tuak hidup di pantai berbatu dan tertawa, mengusir senyap yang membolongi hati kala dirimu tak ada lagi.
Aku berjalan pelan menuju kelam.
Karena bulan yang terpantu di laut malam bukan pelita rembulan - rembulanku kukira sudah mati dan mengusir diri. Dan kembang api yang mereka nyalakan takkan cukup untuk menerangi malam bukan? Sinar sinar artifisial bukan untuk diri ini, jadi biarkan saja kuseret langkahku pergi...Dunia sinar takkan ada lagi.
Aku berjalan menuju suram.
Tepekur.
Dan tibatiba kulihat bulan lagi, sambil merayu wangi samudra hati :
Setelah rembulan mati, akan ada sabit lagi
Dan dipenghujung malam, sinarnya akan mulai cumbui diri...
[kau datang lagi. meruntuki semua salah dan sesal pada satu luka, di mimpi buruk dimana hancur lagi sayap ini. Kau datang lagi. Katakan, apa akan kau rekatkan sayapmu di bahu luka ini? katamu, kau datang lagi. Dan tak lagi pernah menyuruhku pergi]
No comments:
Post a Comment